Perjalanan Panjang Alfian Nur: Pekerja di Pencucian hingga Rintis Banyak Bisnis Star Up

Listen to this article

BERITAALTERNATIF.COM – Alfian Nur merupakan pengusaha muda di Kabupaten Kutai Kartanegara yang kini terus berusaha meningkatkan omzet bisnisnya.

Alfian adalah anak kedua dari pasangan Maliki dan Sri Hartati. Ia lahir di Loa Tebu pada 17 Agustus 1991 pukul 08.00 pagi. “Cerita ini lucu sih. Waktu aku lahir itu Mamaku susah untuk keluarkan aku. Untuk bisa keluarkan aku itu diberi kopi,” ucap Alfian, Rabu (2/3/2023).

Setelah berusia tiga bulan, orang tua Alfian memutuskan untuk berpisah. Pasca orang tuanya bercerai, Alfian dirawat oleh keluarga dari ayahnya. Karena sang ayah sibuk dengan pekerjaannya, dia kemudian dibawa keluarganya ke Tangerang, Provinsi Banten.

Pada tahun 1997, Alfian dan keluarganya kembali ke Tenggarong dengan membawa oleh-oleh sebuah topi blangkon dari Tangerang. Dari situ, Alfian mendapatkan julukan Blangkon, karena ia sering menggunakan blangkon di Tenggarong.

“Dapat gelar Blangkon itu juga karena ada film Tuyul Mbak Yul. Nah, itu ada pembantunya yang namanya mas Untung. Nah, pas beneh wajahnya mirip sama aku. Pas juga pakai blangkon. Makanya itu sampai sekarang dijuluki Blangkon,” terangnya.

Blangkon merupakan personal branding pertama Alfian. Walaupun begitu, tak mudah baginya menjalani kehidupan dengan julukan Blangkon ini saat kecil. Namun, ia terbiasa karena sering dipanggil Blangkon.

“Di awal-awal aku juga di-bully sama kawan-kawan ‘eh Blangkon, Blangkon, Blangkon’. Nangis. Namanya juga anak kecil kan,” ucapnya.

Ia mengaku menjalani kehidupan yang tak mudah karena tumbuh kembang di tengah keluarganya. Dia mengaku tidak pernah mendapatkan kasih sayang orang tuanya.

Alfian merasa iri dengan orang-orang yang memiliki orang tua. Dia marah ketika ada seorang anak yang membangkang kepada orang tuanya, tapi ia juga merasa dendam dengan orang tuanya sendiri.

“Tapi aku merasa ya udahlah, biarkan itu urusan orang tuaku. Yang penting intinya aku berproses sebagai laki-laki aja,” ungkapnya.

Sekolah Sambil Bekerja

Dia sempat menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Tenggarong hingga kelas 4 SD. Lalu, Alfian menyelesaikannya di Kabupaten Kutai Barat (Kubar).

Dia mengikuti orang tua angkatnya hingga ia lulus SD. Selama sekolah di Kubar, Alfian selalu mendapatkan peringkat satu di kelas.

“Persaingan SD di Tenggarong itu luar biasa loh. Aku dibilang bodoh sama orang. Lalu aku pindah ke Kubar. Itu lebih nyaman hidupnya. Apa pun dipenuhi, tapi selalu dapat omelan dari Mama angkat,” terangnya.

“Karena didikan mereka aku berubah untuk bisa membuktikan ke keluargaku di Tenggarong kalo aku itu cerdas. Dari kelas 4 aku dapat peringkat 1. Di kelas 6 aku peringkat kedua,” ucapnya.

Alfian menyukai kehidupan dengan keluarga angkatnya, karena selama hidup dengan keluarga angkatnya, dia diajarkan hal-hal baru, salah satunya ia dimarahi karena memang sesuai dengan kesalahannya. Itulah yang disukai Alfian. Hal ini semata-mata bukan karena keluarga angkatnya hidup nyaman.

Setelah lulus SD, Alfian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kubar, tetapi hanya sampai kelas 1 SMP. Pasalnya, ia ingin kembali ke Tenggarong karena Alfian berpikir dia tidak bisa tinggal bersama keluarga angkatnya lebih lama lagi.

“Aku harus balik ke keluargaku. Minta izinlah aku dengan keluarga angkatku, diizinkanlah dengan keluarga angkatku, diantarkannyalah aku pulang,” ungkapnya.

Ia pun melanjutkan SMP di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Tenggarong. Awalnya, ia ingin melanjutkan pendidikan di MTs PPKP Ribathul Khail karena ada salah satu bibinya yang mengajar di sekolah tersebut, tetapi karena sang bibi menghindarkan diri untuk memarahi Alfian di depan orang banyak, dia pun memutuskan untuk sekolah di MTs Negeri Tenggarong.

Selama sekolah di MTs Negeri Tenggarong, semua administrasi hingga biaya sekolahnya ditanggung oleh kakak-kakak sepupunya.

“Jadi, kakak sepupuku ini berpesan ‘selesaikan aja dulu sekolah. Nah, habis itu terserah aja mau jadi apa’. Nah, karena otakku ini masih ingin bebas, jadi kuikutilah mereka,” terangnya.

Di MTs Negeri Tenggarong, Alfian mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Pramuka dari yang tidak memiliki nama gugus depan hingga ia mewakili pramuka MTs Negeri Tenggarong ke Jambore Nasional pada tahun 2006. Dia bergabung dengan perwakilan sekolah-sekolah lain untuk mengikuti Jambore Nasional tahun 2006 di Jatinangor, Jawa Barat.

“Kalau bicara tentang sertifikat, banyak sertifikatku tuh. Sertifikat adzan, walaupun bukan santri PPKP, tapi aku ikuti lombanya. Aku ikut-ikut aja. Aku ikut lomba jadi juara 1 dan juara 2. Aku ingin buktikan walaupun dulu aku nakal, tapi bisa berubah,” ucapnya.

Selain itu, semasa di MTs Negeri Tenggarong, Alfian juga mengumpulkan uang untuk melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan bekerja di kantin sekolah. Dia mengumpulkan botol-botol bekas dan lainnya untuk dijual.

“Sekolah jam 7 pagi, pulang jam 5 sore. Kawanku bejalan-jalan sore, aku baru pulang bersepeda,” ungkapnya.

Kal itu, Alfian hanya berpikir untuk bisa melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Tenggarong di jurusan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ). Karena itu, ia mengumpulkan uang karena ia sadar diri bahwa dia tidak ingin terus-menerus merepotkan keluarganya.

“Aku sadar diri, aku dah ditampung hidup sama mereka. Kukumpuli botol plastik. Aku minta bantu untuk administrasinya, apa aja yang diperlukan, dibantu lagilah aku. Aku nyiapkan uangnya dan segala macamnya,” ungkapnya.

Namun, di SMK Negeri 2 Tenggarong, ia hanya bertahan hingga kelas 1 SMK, karena masuk di jurusan yang diinginkannya.

Waktu itu, siswa untuk jurusan TKJ sudah penuh. Alfian tidak diterima di TKJ karena pada saat itu ia tidak memiliki komputer maupun laptop sehingga ia tidak begitu tahu tentang teknologi. Ia hanya membaca buku edisi pertama mengenai komputer. Karena itu, ia ditawarkan untuk masuk di jurusan keramik.

“Kuikuti prosesnya di jurusan keramik. Main tanah, bikin karya, bikin guci, dan bikin apalah itu namanya. Enggak asyik di hidupku. Sudahlah, itu buat aku berhenti dari sana,” ucapnya.

Pada tahun 2007, sehari setelah masuk di jurusan keramik SMK Negeri 2 Tenggarong, Alfian sudah mencari pekerjaan dengan berjalan kaki.

Lalu, ia melihat pencucian. Dia bertanya mengenai gaji di sana. Ia bertemu pencucian Paris. Pencucian Paris ini menyediakan tempat tinggal untuk karyawannya.

Alfian pun meminta izin kepada keluarganya untuk bekerja di pencucian dan tinggal di tempat yang disediakan oleh pencucian Paris itu. Keluarganya hanya berpesan agar Alfian tetap memperhatikan pendidikannya.

Berhenti dari SMK Negeri 2 Tenggarong, Alfian melanjutkan pendidikan ke SMA Yayasan Pendidikan Kutai (YPK) Tenggarong.

Setelah mengumpulkan uang dari pekerjaannya di pencucian, Alfian bisa mendapatkan biaya untuk membiayai pendidikannya di SMA YPK.

Kampus dan Organisasi

Alfian memiliki tabungan untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dari pekerjaan di pencucian Paris. Setelah lulus SMA, Alfian tidak langsung melanjutkan kuliah. Di tahun 2014, Alfian menempuh pendidikan di Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Namun, Alfian termasuk lulusan dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Tenggarong pada tahun 2022, karena di Unikarta ia sudah nyaris dinyatakan drop out.

Semasa kuliah di Unikarta, Alfian pernah mengikuti sebuah event Karya Tulis Ilmiah Nasional. Ia masuk di peringkat kelima dari 202 PTN maupun PTS Indonesia.

Alfian juga mengikuti organisasi: Ketua Bidang Litbang BEM Febis Unikarta (2015-2016), Ketua Kominfo BEM Febis Unikarta (2016-2017), Ketua Bidang P3A HMI Febis Unikarta (2016-2017), Ketua Umum HMI Komisariat Febis Unikarta (2017-2018), Ketua Bidang PAO HMI Cabang Kukar (2018-2019), dan Ketua Umum BPL HMI Cabang Kukar (2019-2020).

Selain aktif di organisasi kampus, Alfian juga aktif di Yayasan Gerakan Literasi Kutai (GLK). Pada tahun 2021 hingga kini ia dipercaya menjabat sebagai Ketua Yayasan GLK.

Bisnis Star Up dan Impian Besar

Di sela-sela kesibukannya di organisasi maupun yayasan, Alfian tetap bekerja demi menyambung hidup. Pada 2017, Alfian mulai merintis sebuah star up, yang dinamainya Ompul.

Kemudian, pada awal Covid-19, Alfian mencoba belajar coding secara otodidak. Pada April 2021, Alfian juga mencoba merintis star up Tani Klik yang berawal dari rasa risau dan resahnya terhadap harga yang tinggi di pasar karena pedagang mendapatkan barang secara tidak langsung dari petani.

Selang beberapa bulan, Alfian membuat sebuah star up baru, Halo Izin, yang merupakan jasa untuk mempertemukan klien dengan mitra notaris.

Beberapa bulan kemudian disusul dengan star up  lainnya, Beberseh, yang bergerak dalam bidang jasa pencucian ambal/karpet, tandon, mobil, dan motor, yang bisa dipanggil untuk datang ke rumah.

“Dari empat star up yang aku buat, hanya Halo Izin yang sudah berupa CV. Saat ini, aku sedang mengusahakan untuk Beberseh punya kantor yang saat ini tempatnya ada di depan SMK Negeri 1 Tenggarong,” ungkap Alfian.

Tak hanya mengembangkan start up, sejak tahun 2022 hingga kini Alfian menjabat sebagai Direktur CV Dua Cahaya Haytech dan City Leader Founders Live Indonesia.

Alfian juga memiliki impian besar lainnya. Selain bisa bertemu dengan Ibunya, dia ingin membuat sebuah yayasan di mana anak-anak di yayasan tersebut tidak hanya belajar di pendidikan formal, namun akan diberikan pendidikan non-formal dan informal mengenai teknologi, agar setelah berhenti dari yayasan, anak-anak tersebut memiliki hard skill dan soft skill saat memasuki dunia kerja.

“Dalam hidupku aku berprinsip ikuti aja filososfi gasing: ontali. Artinya, step by step. Tonggoli itu penting dalam hidup untuk menjalani sesuatu yang artinya daya juang,” jelasnya.

“Tapi percuma kalo ada ontali sama tonggoli kalo enggak nanar. Nanar itu artinya imbang, stabil, fokus. Setelah itu ada beligas, itu artinya responsif. Setelah itu ada lagi istilah mahing, yang artinya unggul,” pungkasnya. (*)

Penulis: Nadya Fazira

Editor: Ufqil Mubin

Kunjungi Berita Alternatif Di :

Bagikan

BERITA TERKAIT

PALESTINA
POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA