BERITAALTERNATIF.COM – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kukar menjawab tuntutan pengamat dan praktisi hukum Kukar La Ode Ali Imran yang mendesak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk menjatuhkan sanksi pemberhentian terhadap para komisioner dari dua lembaga tersebut.
Ketua Bawaslu Kukar Teguh Wibowo mengaku belum mendapatkan informasi detail terkait laporan yang dilayangkan La Ode.
Dia tak ingin menduga-duga soal laporan yang juga dialamat kepadanya. “Sebaiknya menunggu informasi dari DKPP,” jawabnya melalui pesan WhatsApp kepada awak media Berita Alternatif pada Kamis (13/6/2025).
Sementara itu, Komisioner KPU Kukar Muhammad Rahman mengaku pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu laporan tersebut. Jika diperlukan, mereka akan memberikan tanggapan secara resmi.
Dugaan pelanggaran etik dalam penyelenggaraan Pilkada Kukar tahun 2024 kini memasuki babak baru. DKPP akan segera menggelar persidangan atas laporan yang diajukan oleh La Ode pada bulan April lalu.
Sebelumnya, La Ode melaporkan seluruh komisioner KPU dan Bawaslu Kukar ke DKPP karena telah meloloskan Edi Damansyah sebagai calon bupati Kukar pada Pilkada 2024.
Dalam laporan yang diterima oleh DKPP pada Mei 2025 itu, dia menyebut dugaan pelanggaran yang dilakukan KPU dan Bawaslu Kukar bersifat fatal serta mencederai prinsip-prinsip dasar demokrasi.
Setelah laporan ini melewati tahapan verifikasi, ia meyakini DKPP akan segera menjatuhkan sanksi terhadap para terlapor.
Pengaduan yang diajukannya telah dinyatakan memenuhi syarat formil dan materil. Secara administratif, laporan tersebut sah dan telah diverifikasi sebagai bentuk pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Dalam persidangan mendatang, pihaknya akan mencocokkan dalil laporan dengan fakta di lapangan. Bila ditemukan kesesuaian, penyelenggara pemilu akan dijatuhkan sanksi.
“Saya tidak bisa memastikan sanksi berat, ringan, sedang. Kan ada tiga sanksi yang ada di DKPP itu. Tapi kalau menurut versi kita, kita pengennya ini sanksinya sanksi berat,” ucapnya kepada awak media Berita Alternatif pada Selasa (10/6/2024).
Meski diloloskan oleh penyelenggara pemilu, MK memutuskan pencalonan Edi tidak sah, yang berujung pada pelaksanaan pemungutan suara ulang Pilkada Kukar.
Ia menyebut keputusan penyelenggara meloloskan pencalonan tersebut mencerminkan kelalaian serius dalam proses verifikasi administratif.
La Ode membandingkan kasus ini dengan sejumlah peristiwa serupa di daerah lain seperti Sulawesi dan Maluku.
“Itu gara-gara ijazahnya tidak dicek benar-benar. Ijazah itu kan syarat pencalonan. Terbukti bahwa ijazah itu palsu. Tapi masih diloloskan pencalonannya oleh KPU,” jelasnya.
Dalam kasus-kasus tersebut, ungkap dia, DKPP menjatuhkan sanksi berat hingga pencopotan penyelenggara pemilu. “KPU-nya dipecat oleh DKPP,” bebernya.
Ia menilai pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pemilu di Kukar memiliki bobot yang sama sehingga layak dijatuhi sanksi serupa.
La Ode dan tim hukumnya secara tegas mendorong DKPP menjatuhkan sanksi berat kepada komisioner KPU dan Bawaslu Kukar karena mereka dianggapnya tidak netral.
Dia berharap proses persidangan dan pencocokan bukti akan membawa keadilan serta memberikan efek jera bagi penyelenggara pemilu Kukar yang lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga menyebabkan kerugian negara senilai ratusan miliar rupiah.
“Soal ketidaknetralan, ini fatal. Kenapa? Karena prinsip dasarnya penyelenggara Pilkada itu adalah wasit. Kalau sudah wasit tidak netral, mau gimana demokrasi kita? Maka harus diganti orang-orang yang tidak netral ini,” pungkasnya. (*)
Penulis: Ulwan Murtadho
Editor: Ufqil Mubin