Search

Denny Ruslan Desak Bupati Kukar Tindak Tegas Dugaan Pungutan di OPD

Administratur Utama Komisariat Pusat Komite Transparansi Pembangunan, Denny Ruslan. (Alternatif Talks)

BERITAALTERNATIF.COM – Administratur Utama Komisariat Pusat Komite Transparansi Pembangunan (KTP), Denny Ruslan, menyoroti persoalan dugaan pungutan liar (pungli) yang disebutnya sudah menjadi praktik umum di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).

Dalam wawancara di Tenggarong pada Selasa (4/11/2025), Denny menyebut bahwa praktik setoran atau pungutan terhadap kontraktor dalam pelaksanaan proyek pemerintah masih sering terjadi.

“Masalah pungutan itu sudah jadi rahasia umum. Bukan hanya di Dinas PU, tapi hampir semua OPD. Ada istilahnya WS atau wajib setor. Minimum biasanya 10 persen dari nilai proyek,” ungkapnya.

Menurut dia, praktik tersebut tidak berhenti di satu titik saja. Dalam proses pengadaan barang dan jasa, pungutan bisa terjadi di berbagai tahap, mulai dari pelelangan, penyusunan kontrak, hingga saat penagihan pembayaran.

“Kalau dihitung keseluruhan, bisa sampai 30 persen dari nilai proyek yang habis untuk setoran. Ini tentu sangat merugikan publik,” tegasnya.

Ia menyayangkan pernyataan Bupati Kukar Aulia Rahman Basri yang sebelumnya menepis tudingan adanya pungutan di lingkungan pemerintah daerah.

“Kami sesalkan kalau Bupati seolah-olah melindungi OPD dengan menyebut itu fitnah. Padahal semua orang, baik di lingkungan pemerintah maupun kontraktor, tahu praktik ini memang ada,” ujarnya.

Denny menilai pernyataan tersebut justru memperkuat kesan bahwa kepala daerah tidak tegas dalam menindak aparatur di bawahnya.

“Kami berharap ke depan, dalam menentukan kabinet atau pejabat, Bupati lebih profesional. Jangan hanya karena kedekatan atau pertimbangan politik,” imbuhnya.

Dia mengingatkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah merilis empat bentuk tindak pidana korupsi yang paling dominan terjadi di Indonesia.

“Yang pertama adalah intervensi pengadaan barang dan jasa. Kedua, jual-beli jabatan. Ketiga, suap dan pemerasan di proses penegakan hukum. Ini rilis resmi dari KPK, jadi tidak bisa dianggap remeh,” katanya.

Menurutnya, bentuk korupsi seperti gratifikasi atau pelanggaran administratif lain hanyalah bagian kecil dibanding tiga kategori besar tersebut.

“Yang besar itu intervensi proyek dan jual beli jabatan. Ini yang perlu dibersihkan di Kukar,” tegasnya.

Denny juga mendesak agar aparat penegak hukum benar-benar serius menangani laporan atau temuan dugaan korupsi, termasuk di lingkungan pemerintahan daerah.

“Kalau memang ada bukti pidana korupsi, itu ranah penyidik. Tapi jangan sampai penyidiknya ‘masuk angin’. Mereka punya kewenangan penuh untuk memanggil, menggeledah, dan menyita,” ujarnya.

Ia juga meminta agar para pihak yang terseret kasus tidak menutup-nutupi fakta.

“Kalau memang ada pejabat di atas yang terlibat, jangan pasang badan sendiri. Ungkap saja siapa yang memerintahkan. Sekarang ini sudah era digital, tidak bisa lagi disembunyikan,” katanya.

KTP, lanjut Denny, tengah menggali sejumlah data dan informasi untuk melengkapi laporan dugaan korupsi yang akan disampaikan ke aparat penegak hukum.

“Tapi kami ingatkan juga, jangan sampai ada intervensi dari pihak-pihak tertentu, termasuk dari oknum pemerintah sendiri,” ujarnya.

Menutup keterangannya, dia menegaskan bahwa KTP mendukung penuh upaya pemerintah untuk menciptakan birokrasi yang bersih dan transparan. Namun ia mengingatkan bahwa komitmen antikorupsi tidak boleh hanya menjadi slogan.

“Kami semua ingin pemerintah yang bersih. Tapi jangan di depan publik bicara soal transparansi, sementara di belakang justru ada intervensi hukum. Ke depan, kami harap tidak ada lagi praktik seperti ini,” pungkasnya. (*)

Penulis: Ulwan Murtadha
Editor: Ufqil Mubin

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

BACA JUGA

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA