BERITAALTERNATIF.COM – Andriansjah tak pernah membayangkan dirinya akan menekuni dunia jurnalistik.
Saat remaja, cita-citanya justru jauh dari dunia tulis menulis.
Dalam catatan kecilnya semasa SMA, dia ingin menjadi seorang direktur perusahaan besar seperti Toyota, BMW, atau Mercedes-Benz.
Ia hanya membayangkan diri memimpin perusahaan ternama, bukan menulis berita atau mengejar narasumber.
“Pokoknya perusahaan-perusahaan besar. Direkturnya Coca-Cola gitu. Pokoknya pengen seperti itu,” ujarnya.
Lahir di Jakarta pada 12 Juli 1981, Rian merupakan sosok yang tumbuh dan besar di Ibu Kota Indonesia.
Pendidikan dasarnya ditempuh di SDN 03 Tanah Tinggi Jakarta Pusat. Masa remajanya dihabiskannya di Pondok Pesantren Persatuan Islam Nomor 69, Jakarta Timur, hingga menamatkan pendidikan di jenjang MTs dan MA.
Setelah lulus MA, Rian merantau ke Kalimantan untuk mencari penghidupan baru.
Meski berstatus sebagai seorang perantau, dia tetap melanjutkan kuliah.
Sebagai seorang yang gemar hal-hal yang bersifat akademik, ia secara gambalang menyatakan kesukaannya terhadap ilmu-ilmu sosial dan humaniora, terutama ilmu yang berkaitan erat dengan ilmu psikologi.
Untuk meningkatkan karier akademik, sejak menginjakkan kaki di Bumi Etam, Rian mengaku ingin sekali mengambil jurusan psikologi.
“Saya sebenarnya senangnya psikologi. Psikologi publik itu saya senang. Psikologi politik saya senang. Makanya saya pada saat menginjakkan kaki dari Jakarta ke sini ini, mau kuliah itu, yang saya cari itu fakultas psikologi di Unikarta,” jelasnya.
Namun, Unikarta tak memiliki jurusan psikologi. Rian pun memutuskan untuk mengambil bidang keilmuan yang berbeda dari keinginannya. Dia melanjutkan studinya di Fakultas Ekonomi Unikarta.
Setalah menamatkan jenjang S1 di Unikarta, ia mengambil Jurusan Fisipol di Universitas Widya Gama Mahakam Kota Samarinda.
Selama tujuh tahun di pesantren, ia terbiasa dengan suasana belajar yang menekankan pentingnya sikap kritis.
Kebiasaan bertanya dalam setiap pelajaran yang selalu dihargai dengan tambahan nilai tanpa disadari membentuk tradisi berpikirnya hingga kini.
Dia tumbuh menjadi pribadi yang terbiasa mempertanyakan sesuatu sebelum menyimpulkan informasi.
Pengalaman ini kelak membekalinya dengan kemampuan penting dalam dunia jurnalistik, memperkuat jati dirinya sebagai wartawan yang kritis dan gemar bertanya.
Masa kuliah menjadi fase penuh perjuangan. Selama empat setengah tahun, ia menjalani aktivitas sehari-hari tanpa motor.
Berkuliah, berorganisasi, dan bekerja sambilan ditempuhnya dengan berjalan kaki. Sesekali dia meminjam motor teman atau senior dengan mengganti biaya bensin sebagai bentuk terima kasih.
Namun, ia lebih sering berjalan kaki, menikmati panas dan jarak yang jauh tanpa banyak mengeluh.
“Empat tahun setengah saya jalan kaki ke mana-mana. Bahkan kuliah jalan kaki saya,” ungkapnya.
Pada tahun kelima kuliah, Rian meminta orang tuanya membelikan motor untuk memperlancar aktivitasnya di dunia kerja.
Di sela perkuliahan, dia mengajar Alquran di langgar RT 1 Maluhu. Aktivitas itu membuatnya cukup dikenal warga sekitar.
Selain itu, ia mengambil berbagai pekerjaan, mulai dari jasa pengetikan hingga tim survei, untuk menambah penghasilan sebagai bekal menikah.
Saat aktif sebagai kader HMI, Rian merasakan tinggal di dua sekretariat cabang yang berbeda.
Dia ikut mengangkat 60 sak semen untuk memperbaiki sekretariat baru, meski tubuhnya kurus dan tak kuat mengangkat penuh. Perannya tetap memberi andil positif dalam proses gotong royong tersebut.
Karier jurnalistik Rian bisa dibilang dimulai tanpa rencana. Dorongan untuk segera memiliki pekerjaan tetap setelah menikah pada 2006 membawanya menerima tawaran seorang tetangga yang menjabat Kepala Biro Metro Balikpapan. Tanpa banyak pertimbangan, dia mencoba menjadi wartawan.
Sejak saat itu, jalannya berubah. Dia pernah menjadi jurnalis Metro Balikpapan (Kaltim Post Group), redaktur majalah Suara Rakyat FPMLK, koordinator peliputan Buletin Pembangunan Bappeda Kukar, jurnalis Poskotakaltim, jurnalis Koran Kaltim, hingga kini aktif sebagai jurnalis di Headline Kaltim.
Meski profesi tetapnya adalah wartawan, Rian enggan disebut sebagai “jurnalis senior”.
Menurutnya, sebutan itu belum layak disematkan kepadanya. Ia merasa panggilan tersebut seharusnya diberikan kepada sosok yang konsisten di dunia jurnalistik, sementara dirinya beberapa kali berpindah pekerjaan ketika ada peluang lain yang lebih menjanjikan.
Namun, dedikasinya tetap teruji. Ia mengantongi sertifikat keahlian sebagai wartawan dan terlibat aktif dalam bidang Diklat PWI Kukar, Departemen Hubungan Kelembagaan KAHMI Kukar, serta anggota Jejaring Panca Mandala Kukar unsur jurnalis.
Sejumlah prestasi pernah diraihnya, seperti Juara Favorit Penulisan Feature se-Kukar tahun 2013, Juara III Lomba Karya Jurnalistik Pengabdian TNI di Kukar tahun 2017, dan penghargaan dari KPID Kaltim untuk peningkatan program pemberdayaan masyarakat pada 2015.
Ia juga mengikuti pelatihan lomba foto Pertamina Hulu Mahakam pada tahun 2018.
Sebagai narasumber dan pengajar, Rian sering menjadi pemateri dalam kegiatan penguatan Pancasila bersama Badan Kesbangpol Kukar, pelatihan kapasitas pelaku UMKM, literasi baca bagi pelajar, pelatihan jurnalistik bagi mahasiswa dan pelajar, pelatihan administrasi manajemen organisasi, hingga menjadi juri inovasi daerah di Brida Kukar.
Kini, dia menetap di Jalan Long Apari, RT 07, Nomor 59, Kelurahan Maluhu, Kecamatan Tenggarong, Kukar bersama keluarga kecilnya.
Dunia jurnalistik datang tanpa direncanakannya. Meski awalnya bukan cita-cita, pekerjaan sebagai jurnalis sudah menjadi bagian dari dirinya. (*)
Penulis: Ulwan Murtadho
Editor: Ufqil Mubin