Search

Menyingkirkan Belenggu (dalam) Pendidikan

Ilustrasi Upacara Hardiknas 2 Mei 2025 (Foto: LAS)

Apakah sengkarut persoalan di dunia pendidikan cukup diselesaikan dengan mengunduh logo dan memasang twibbon Hardiknas 2025, kemudian mempublikasikannya lewat pelbagai platform media, termasuk media sosial?

Apakah dengan laku perbuatan semacam itu kita jadi merasa bangga dan peduli, turut memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun ini?

Lebih jauhnya, apakah kita sudah merasa lepas dari belenggu-belenggu yang merongrong dunia pendidikan dengan cukup melakukan tindakan seremonial belaka?

Advertisements

Atau, pendidikan itu sendiri malah masih menjadi belenggu, dan belum bisa membebaskan umat manusia dari kebodohan, keculasan dan ketidakbecusan menata dan mengelola “institusi” pendidikan?

Pertanyaan-pertanyaan itu tentu harus menjadi refleksi dan introspeksi bagi kita, siapa pun etam.

Dalam Pedoman Peringatan Hardiknas 2025 resmi yang dikeluarkan Kemendikdasmen RI Nomor 7441/MDM.A/TU.02.03/2025 salah satunya imbauan agar instansi pusat, daerah, satuan pendidikan, serta kantor perwakilan RI di luar negeri turut memeriahkan peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2025 melalui berbagai media publikasi cetak, elektronik, serta media sosial dengan menggunakan logo dan tema Hardiknas 2025.

Dalam Pedoman itu juga disebutkan, mengimbau agar instansi pusat, daerah, satuan pendidikan, serta kantor perwakilan RI di luar negeri dapat menyelenggarakan aktivitas/kegiatan untuk memeriahkan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2025 secara kreatif, menjaga dan membangkitkan semangat belajar, serta mendorong pelibatan dan partisipasi publik,  mengunggah konten publikasi peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2025 di media sosial dengan menggunakan tagar #Hardiknas2025 #PendidikanBermutuUntukSemua.

Cukupkah dengan laku perbuatan semacam begitu? Tentu tidak. Meskipun itu tidak salah, dan baik-baik saja. Namun, perlu ada tindak lanjut yang “proporsional mencerahkan” dengan mengunduh spirit Ki Hajar Dewantara an sich.

Hardiknas acap kali diperingati tanggal 2 Mei, bertepatan dengan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia.

Ki Hajar Dewantara atau R.M. Suwardi Suryaningrat. Sosok yang lahir tanggal 2 Mei 1888 mengenyam pendidikan di sekolah kedokteran STOVIA. Namun berhenti di tengah jalan lantaran masalah kesehatan.

Seterusnya, Ki Hajar Dewantara beralih menjadi seorang jurnalis di sejumlah surat kabar. Beberapa di antaranya adalah De Express, Utusan Hindia, dan Kaum Muda. Ia lantas begitu gigih menentang kesewenang-wenangan dan ketidakadilan penjajah bagi rakyat pribumi.

Di antaranya kebijakan penjajah yang membuat kaum pribumi tidak dapat mengakses pendidikan yang layak. Itulah kenapa Ki Hajar Dewantara bersama 2 kawannya yakni Ernest Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo diasingkan ke negeri Belanda.

Sepulangnya dari negeri pengasingan dan kembali ke tanah air, Ki Hajar mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa di mana semua kalangan Masyarakat dapat mengaksesnya.

Kata Ki Hajar, “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”. “Di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan”.

Ketika Hardiknas dirayakan sebatas gimmick seremonial, tentu ini malah akan menjadi fatal bagi pemerintah yang apabila pada tindakannya masih jauh daripada apa yang dicita-citakan Ki Hajar Dewantara.

Yakinlah Ki Hajar Dewantara bakal bersedih hati. Dan pemerintah pun bakal berdosa besar ketika hanya sekadar jargon dan twibbon-twibbonan Hardiknas, program lebih tepatnya proyek pendidikan dengan anggaran besar jangan sampai tidak tepat sasaran. Siapa yang ingin dijajah oleh bangsa sendiri? Jangan sampai tema Hardiknas “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua” menjadi kalimat awan di langit yang tak sampai menjadi hujan kenyataan.

Menarik, apa yang disampaikan Presiden RI Prabowo Subianto dalam Peringatan Hardiknas di SDN Cimahpar 5, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat, (2/5/2025).

Dia mengatakan Pendidikan-lah yang menentukan. Apakah negara ini mau menjadi negara miskin atau negara ini menjadi negara yang baik untuk rakyatnya?

“Pendidikan yang menentukan,” tegasnya lagi.

Prabowo mengakui sektor pendidikan mendapatkan pengalokasian anggaran yang besar.

“Tapi marilah kita waspada. Jujur kepada diri kita sendiri. Tidak mencari kesalahan siapa pun. Mari kita jujur kepada diri kita sendiri. Mari kita bertanya. Apakah anggaran pendidikan yang begitu besar. Sudah bertahun-tahun sampai atau tidak kepada alamat yang harus seharusnya ditujukan. Masih banyak sekolah-sekolah yang rusak. Padahal kalau kita buka-bukaan anggarannya ada….Ini saya ingatkan tanggung jawab kepala daerah…”

Prabowo mengajak jujur dan buka-bukaan terkait pendidikan termasuk anggarannya. Yakin. Prabowo juga ingin lepas dari “belenggu-belenggu” yang membelenggu pendidikan.

Lukman A Salendra, Pemimpin Redaksi (Wartawan Utama: 13592-PWI/WU/DP/VIII/2018/01/11/76)

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
Advertisements
POPULER BULAN INI
Advertisements
Advertisements
INDEKS BERITA