BERITAALTERNATIF.COM – Di tengah laju zaman yang kian sunyi oleh suara mesin dan klik layar, Pasar Petang lahir sebagai jeda yang penuh makna: ruang di mana kata-kata sebagai artefak peradaban, kembali berdetak bersama geliat pasar.
Diselenggarakan oleh Yayasan Lanjong dan Ruang Sastra Kalimantan Timur, Pasar Petang bukan sekadar arena transaksi barang dan jasa, melainkan perayaan atas hidup yang dijahit oleh bahasa.
Di sini, pengunjung tak membayar dengan uang. mereka menukar puisi, catatan pendek, atau kalimat penuh rasa untuk melangkah ke dalam ruang wisata Ladaya. Kata menjadi tiket, sastra menjadi medium tukar, dan petang menjadi panggung yang akrab bagi pertemuan lintas jiwa.
Mengusung tema Setelah Korrie, acara ini menjadi elegi sekaligus prolog. Korrie Layun Rampan, sosok sentral dalam lanskap sastra Kaltim, tak hanya dikenang, tetapi dijadikan titik tolak untuk menyigi narasi baru yang mulai bertunas.
Pasar Petang bukan monumen nostalgia, tetapi pelabuhan baru: tempat generasi kini dan nanti mengarungi kemungkinan-kemungkinan sastra yang tak henti mencari bentuk.
Diskusi utama menghadirkan tiga sosok dari generasi berbeda, membentangkan peta perjalanan dan kemungkinan masa depan:
Dahri Dahlan, akademisi dan peneliti sastra, akan mengulas lanskap terkini kesusastraan Kaltim dengan pendekatan kritis dan menyeluruh.
Kristal Firdaus, penyair muda dari Cermin Lain di Balik Pintu Lamin dan emerging writer MIWF 2025, membawa kegelisahan dan harapan generasi baru.
Fitriani Um Salva, penyair lintas zaman, hadir sebagai jembatan antara warisan Korrie dan suara-suara muda yang kini menggeliat.
Dua antologi terbaru, Cermin Lain di Balik Pintu Lamin (2023) dan Hal-hal yang Tersisa dari Jam Makan Malam (2025), akan diperkenalkan sebagai cermin dari denyut kreativitas penulis muda Kaltim, sekaligus sebagai arsip hidup yang mencatat arah angin sastra hari ini.
Di antara wangi kopi, gurih burger, deru senja, dan gerai tato temporer, kata-kata akan hidup kembali. Di ruang pasar yang cair dan terbuka, sastra menemukan panggung yang lebih jujur: tempat “yang adiluhung” dan “yang keseharian” bersua, berdialog, dan tumbuh bersama.
Dalam rilisnya yang diterima media ini pada Selasa (20/5/2025), panitia mengundang media, pelaku seni-budaya, pembaca, dan siapa pun yang mencintai pertemuan antar-wacana untuk hadir, menyimak, mencatat, dan ikut merayakan.
“Di petang yang biasa, bisa tumbuh yang luar biasa, jika kata-kata diberi ruang untuk tinggal,” tulis panitia. (*)
Editor: Ufqil Mubin