BERITAALTERNATIF.COM – Warga Kalimantan Timur (Kaltim) kembali diajak menyelami dunia kata-kata dan merayakan kesenian dalam helatan Pasar Petang, yang akan digelar pada 24 Mei 2025 di Pekarangan Ladaya Tenggarong.
Acara ini menggabungkan semangat pasar rakyat dengan kekayaan sastra dan budaya lokal, menyajikan pengalaman yang unik bagi para pengunjung.
Mengusung semangat “yang jauh mendekat, yang dekat merapat, yang rapat menguat”, Pasar Petang menjadi ruang temu bagi seniman, sastrawan, dan masyarakat umum untuk bersama tumbuh dalam ekosistem sastra Kaltim.
Tahun ini, acara tersebut akan menjadi ruang refleksi “setelah Korrie”, merujuk pada warisan sastra yang ditinggalkan oleh sastrawan Kaltim, Korrie Layun Rampan.
Pasar Petang terbagi dalam dua sesi utama: Pada pukul 16.00-18.00 WITA berupa Pasar Seni dan Pertunjukan serta pukul 19.00-22.00 Wita Diskusi Sastra bertajuk Setelah Korrie.
Beragam pertunjukan seni akan mewarnai sore di Pasar Petang, termasuk pembacaan dramatik cerpen, musikalisasi puisi, serta penampilan seni lainnya.
Pada malam harinya, diskusi sastra akan digelar sebagai bentuk penghormatan dan kelanjutan jejak literasi Kaltim.
Salah satu keunikan Pasar Petang adalah sistem masuknya. Jika biasanya pengunjung Ladaya membayar tiket Rp 20.000, khusus untuk acara ini, pengunjung bisa menukarnya dengan puisi atau catatan pendek.
Konsep ini menjadi simbol penghargaan terhadap bahasa dan kata-kata sebagai alat tukar yang bermakna.
Meski demikian, Pasar Petang tetap mempertahankan unsur pasar konvensional. Pengunjung akan menemukan stan makanan, minuman, hingga layanan tato temporer, yang dapat diakses dengan transaksi biasa menggunakan uang.
“Pasar Petang adalah semacam pasar sastra,” tulis panitia dalam rilisnya yang diterima media ini pada Selasa (20/5/2025).
Di sinilah kata-kata menjadi tenaga utama, dan sastra menjadi kendaraan untuk merayakannya. Melalui pertunjukan seni dan diskusi, acara ini diharapkan menjadi wadah hidup bagi warisan sastra Kaltim yang terus mengalir, seperti Mahakam yang tak pernah berhenti.
Melalui Pasar Petang, panitia berupaya merayakan kembali kata-kata dan bahasa, merenungkan betapa berharganya bahasa yang digunakan sehari-hari.
“Salah satu bentuk perayaan dan penghargaan terhadap kata-kata itulah, di Pasar Petang, kita menggunakan mata uang kata-kata,” tulis panitia. (*)
Editor: Ufqil Mubin