Search

Syahid Hassan Nasrallah, Pemimpin Lintas Batas yang Dicintai

Kehilangan Sayyid Hassan Nasrallah bukan hanya menjadi pukulan besar bagi Poros Perlawanan, tetapi juga kerugian yang tidak tergantikan bagi semua pencinta Lebanon dan para pembela prinsip menjaga keutuhan wilayah Lebanon. (Mehr News)

BERITAALTERNATIF.COM – Satu tahun setelah kesyahidan pemimpin gerakan perlawanan Islam Lebanon, Sayyid Hassan Nasrallah, dan penggantinya, Sayyid Hashem Safi al-Din, Lebanon berubah menjadi arena tarik-menarik antara dinamika kekuatan internal dan eksternal di tingkat kawasan maupun internasional.

Pemerintahan Joseph Aoun dan Nawaf Salam, menjelang pemilu parlemen 2026, berusaha menampilkan diri sebagai sosok “negara-bangsa Lebanon”, yakni figur lintas faksi dan netral yang diklaim mampu mengembalikan keamanan, stabilitas, serta membawa pembangunan.

Dalam narasi politik penguasa di Baabda, misi pemerintah Lebanon adalah, menurut pandangan mereka, mencegah terulangnya perang dan membawa negara menuju jalur pembangunan dengan cara melaksanakan Resolusi 1701 Dewan Keamanan, yaitu perlucutan senjata Hizbullah.

Namun, klaim tersebut jelas bertolak belakang dengan kenyataan: hampir dua dekade lalu, Sayyid Hassan bersama pasukan perlawanan berhasil mengalahkan Israel dan menciptakan “daya tangkal” yang nyata terhadap rezim Zionis.

Sesungguhnya, Sayyid Perlawanan, meski dikenal sebagai sosok lintas batas dan sangat populer di seluruh dunia Islam, selalu menempatkan kepentingan nasional Lebanon sebagai prioritas. Sebagai seorang patriot sejati, ia membela tanah airnya dari ancaman musuh eksternal. Inilah salah satu warisan paling berharga dari syahid Hassan.

Munculnya kekuatan lokal bernama Hizbullah sebagai simbol perlawanan terhadap penjajahan asing membuat rakyat Lebanon, tanpa memandang perbedaan, bersatu di bawah satu bendera dengan suara lantang menuntut kemerdekaan dan pembangunan Lebanon.

Dalam perjalanan itu, Sayyid Hassan tidak hanya berperan sebagai sekretaris jenderal, tetapi juga sebagai pemimpin politik yang berkomitmen pada keamanan dan kepentingan nasional Lebanon.

Selama tiga dekade kepemimpinannya, ia tidak hanya memperkuat Hizbullah secara kuantitatif dan kualitatif, tetapi juga berupaya menyatukan para politisi Beirut.

Dalam proses pembentukan negara-bangsa Lebanon, peran Sayyid Hassan sangat sentral. Meski berakar pada keyakinan religius mendalam dan terinspirasi ideologi Islam politik Imam Khomeini ra, ia tetap mengambil pendekatan politik yang dialogis. Dengan cara itu, Hizbullah menjadi penghubung antarpartai, mazhab, dan kelompok politik Lebanon.

Contoh jelasnya terlihat pasca ledakan pelabuhan Beirut. Ekonomi Lebanon jatuh hingga ambang kebangkrutan, negara lumpuh dalam menyediakan listrik dan energi. Di tengah krisis itu, dia tampil sebagai pemimpin nasional dengan mengumumkan bahwa ia meminta pasokan energi dari Republik Islam Iran agar listrik untuk fasilitas pemerintah dan rumah sakit segera terpenuhi.

Contoh lain adalah dalam sengketa gas Qana/Karish. Sayyid Hassan, meskipun menekankan bahwa Israel dan mediator Amerika Serikat tidak dapat dipercaya, tetap memilih untuk mendukung keputusan politik pemerintah dan partai-partai Lebanon demi kepentingan nasional.

Wujud paling jelas dari sikap nasionalisme dan komitmen Sayyid Hassan terhadap keamanan Lebanon tampak pada perang Badai al-Aqsa. Pasca operasi mengejutkan Brigade Izzuddin al-Qassam di sekitar Gaza, beberapa anggota Poros Perlawanan mendesak agar Hizbullah langsung membuka front utara.

Di sisi lain, Presiden Prancis Emmanuel Macron bahkan menawarkan kursi Ketua Parlemen Lebanon dan bantuan sebesar 54 miliar dolar dengan syarat Hizbullah tidak ikut serta di medan Palestina. Namun Sayyid Hassan, dengan pandangan jauh ke depan dan mempertimbangkan kondisi politik internal Lebanon, memilih jalan yang bijak.

Strateginya berhasil memaksa hampir 100 pemukiman Zionis ditinggalkan dan lebih dari 200 ribu warga Israel mengungsi sepanjang perang. Data Bank Sentral Israel mencatat kerugian ekonomi akibat lumpuhnya aktivitas bisnis di utara Palestina mencapai lebih dari 150 juta dolar per minggu.

Dalam pidato-pidatonya, Sayyid Hassan dengan tegas menegaskan bahwa jika Tel Aviv ingin situasi ini berhenti, maka genosida di Gaza harus diakhiri. Dampak dari strategi ini bahkan membuat oposisi dan sebagian tokoh sayap kanan Israel menyerang Benjamin Netanyahu, menudingnya “tidak bertindak” di front Lebanon.

Kehilangan Sayyid Hassan benar-benar merupakan musibah besar bagi Poros Perlawanan dan para pencinta Lebanon. Sejak hari pertama perang Badai al-Aqsa, dia tidak pernah terjerumus pada tawar-menawar politik murahan atau permintaan yang tidak realistis.

Sebagai politisi berpengalaman yang sudah kenyang pahit getir perjuangan, ia memahami benar agenda ekspansionis Netanyahu dan sekutunya. Karena itu, Sayyid Hassan memilih operasi militer terbatas dan terukur di kedalaman 2–5 km wilayah pendudukan, dengan tujuan menyibukkan sebagian kekuatan militer Israel, sekaligus memperkuat posisi perlawanan di meja perundingan politik.

Dari 8 Oktober 2023 hingga saat ia gugur syahid, Sayyid Hassan tak pernah melupakan kepentingan Lebanon. Ia mengerahkan seluruh kemampuannya demi menghentikan perang di Gaza sekaligus mencegah konflik besar di perbatasan utara.

Kini, penggantinya, Syekh Naim Qassem, berusaha menjaga senjata perlawanan sembari menyampaikan pesan kepada pemerintah Lebanon dan dunia Arab bahwa arah senjata Hizbullah hanya tertuju pada wilayah pendudukan. Hanya pendekatan inilah yang dapat menahan ambisi ekspansionis rezim Zionis di kawasan Mediterania timur. (*)

Sumber: Mehr News
Penerjemah: Ali Hadi Assegaf
Editor: Ufqil Mubin

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

BACA JUGA

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA