Search

Relokasi Pasar Subuh Samarinda Dinilai Merugikan Pedagang

Kuasa hukum pedagang Pasar Subuh Samarinda, Muhammad Fathi Ramadhan. (Istimewa)

BERITAALTERNATIF.COM – Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda memindahkan 56 pedagang yang berjualan di Pasar Subuh yang berlokasi di Jalan Yos Sudarso dinilai akan merugikan para pedagang.

Kuasa hukum pedagang Pasar Subuh Samarinda Muhammad Fathi Ramadhan menyebut rencana relokasi oleh Pemkot Samarinda juga mengancam keberlangsungan pasar tersebut.

Fathi menilai bahwa relokasi ke Pasar Beluluq Lingau, yang berjarak sekitar 7,4 kilometer dari lokasi saat ini, tidak mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi mereka.

Advertisements

Relokasi ini, lanjut dia, dikhawatirkan akan memutus hubungan antara pedagang dan pelanggan setia mereka. Pasalnya, mayoritas pelanggan Pasar Subuh merupakan warga yang biasa berjalan kaki ke pasar. Ketidakhadiran mereka ke Pasar Subuh akan sangat berpengaruh terhadap penghasilan harian para pedagang.

Ia menegaskan, warga sekitar pasar juga turut dirugikan karena diharuskan menempuh jarak yang cukup jauh untuk mencapai Pasar Subuh.

Pendapatan para pedagang, lanjut Fathi, akan turun bila kebijakan relokasi tetap diwujudkan. Aktivitas transaksi jual beli yang semula berjalan stabil harus diputus akibat kebijakan ini.

Dia tak menemukan alasan logis serta kokoh yang dapat membenarkan langkah pemerintah untuk memindahkan para pedagang dari Pasar Subuh.

“Adanya perdagangan di situ kan justru menghidupkan perekonomian. Jadi penggerak perekonomian lokal di wilayah kota,” jelasnya kepada awak media Berita Alternatif baru-baru ini.

Proyek ini dinilainya sebagai ambisi tersendiri dari Wali Kota Samarinda Andi Harun dan Wakil Wali Kota Samarinda Saefuddin Zuhri yang merupakan bagian dari program 100 hari kerja.

Pasar yang selama ini digerakkan oleh para pelaku UMKM secara mandiri itu, lanjut Fathi, sejatinya tidak pernah masuk dalam kategori pasar resmi sebagaimana definisi dalam Peraturan Menteri Perdagangan. Pasalnya, peraturan tersebut menetapkan keberadaan minimal 300 petak dalam satu pasar. Karena itu, pasar ini lebih tepat disebut sebagai kumpulan UMKM mandiri.

Istilah “pasar” merupakan penamaan yang sengaja disematkan oleh masyarakat setempat yang sudah terbiasa berbelanja secara reguler di Pasar Subuh.

Dia sebagai kuasa hukum para pedagang merasa bahwa relokasi ini lebih tepat karena didorong oleh ambisi pemerintah daripada kebutuhan masyarakat.

“Apalagi ini kan jaraknya cukup jauh 7,4 kilo. Sementara market-nya, mereka itu adalah masyarakat setempat,” jelasnya.

Ia menyoroti bahwa tidak ada solusi alternatif yang ditawarkan Pemkot Samarinda. Apalagi proses relokasi ini dilakukan tanpa komunikasi yang memadai.

Kebijakan untuk memindahkan para pedagang pasar ke lokasi lain, tegas Fathi, bukan langkah pertama yang diambil oleh Pemkot Samarinda.

Sebelumnya, ungkap dia, Pemkot melalui Disperindag Samarinda telah melakukan relokasi terhadap para pedagang yang berjualan di Pasar Segiri 2 dan Pasar Sungai Dama. Kebijakan ini dinilai gagal meningkatkan pendapatan para pedagang.

“Segiri 2 itu hampir mati. Kemudian Pasar Sungai Dama. Pasar Sungai Dama setelah direvitalisasi enggak efektif juga,” terangnya.

Kebijakan ini disebutnya menunjukkan bahwa relokasi tanpa perencanaan matang dapat menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi.

Isu lain yang mencuat, jelas Fathi, adalah rencana pembangunan kawasan Chinatown di sekitar pelabuhan.

Dia menyebut kabar ini menimbulkan kekhawatiran para pedagang bahwa relokasi Pasar Subuh terkait dengan proyek tersebut. Padahal dari segi sejarah, Pasar Subuh memiliki ikatan kuat dengan komunitas Tionghoa di Samarinda, bahkan sebelumnya dikenal sebagai “Pasar Cina”.

“Pasar Subuh itu menjadi ikonik karena penamaan sebelum Pasar Subuh itu justru Pasar Cina. Dan memang konsumen mereka sebagian besar masyarakat Cina,” ucapnya.

Ia menilai penggusuran ini merupakan langkah yang tergesa-gesa tanpa disertai kajian mendalam dari aspek historis.

Para pedagang, lanjut Fathi, tidak tinggal diam saat menghadapi kebijakan ini. Mereka pun membentuk kelompok  solidaritas serta posko anti-penggusuran yang menyediakan bantuan hukum dan mendokumentasikan setiap perkembangan terbaru terkait isu ini.

“Termasuk tim media di situ untuk mendokumentasikan. Untuk mengevakuasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kami standby 24 jam,” tegasnya.

Selain itu, mereka mengirimkan surat keberatan kepada pemerintah. Hal ini bertujuan untuk menuntut penghentian kebijakan relokasi.

Dia mengungkapkan, para pedagang berharap pemerintah membuka ruang dialog yang adil dengan berlandasakan itikad baik. Pemkot Samarinda diminta mempertimbangkan aspirasi para pedagang.

Ia memastikan para pedagang akan tetap berjualan di Pasar Subuh sampai surat keberatan dan permohonan mereka ditindaklanjuti oleh Pemkot Samarinda.

Para pedagang, jelas Fathi, menginginkan solusi yang ditawarkan oleh Pemkot Samarinda merupakan hasil kajian mendalam serta menyeluruh dengan mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan dari kebijakan relokasi pasar.

Karena itu, dia meminta Pemkot Samarinda mengevaluasi kebijakan ini sehingga tidak terulang kembali kasus yang sama seperti Pasar Segiri 2 dan Pasar Sungai Dama.

Ia bersama Solidaritas Pedagang Pasar Subuh berkomitmen untuk terus menolak sampai terdapat keputusan yang menguntungkan berbagai pihak.

“Karena ini benar-benar ambisi sepihak yang tidak mempertimbangkan banyak aspek,” ungkapnya.

Fathi berharap Disperindag Samarinda menghentikan segala upaya diskriminasi terhadap pedagang Pasar Subuh maupun Keluarga Besar Ngo selaku pemilik lahan pasar.

Dia menyarankan keluarga besar Ngo agar tidak terlalu khawatir atas tekanan pemerintah untuk segera mengosongkan lapak pasar yang telah berdiri 46 tahun tersebut.

“Kita jalani prosesnya bersama. Kita tuntaskan prosesnya sampai ini benar-benar tuntas,” pungkasnya.

Media ini sudah kembali berusaha meminta jawaban Pemkot Samarinda melalui Wakil Wali Kota Samarinda Saefuddin Zuhri untuk menjawab pernyataan tersebut. Namun, hingga berita ini diterbitkan, orang nomor dua di Samarinda tersebut belum memberikan tanggapan. (*)

Penulis: Ulwan Murtadho
Editor: Ufqil Mubin

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
Advertisements
POPULER BULAN INI
Advertisements
Advertisements
INDEKS BERITA