Search

Ketua DPW ABI Kaltim Sampaikan Kritik dan Pesan di Balik Bungkamnya Umat Islam dalam Menyuarakan Kemerdekaan Palestina

BERITAALTERNATIF.COM – Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) ABI Kaltim Sayyid Thoriq Assegaff menyampaikan sejumlah pesan penting serta kritik kepada umat Islam dan bangsa Arab yang memilih bungkam serta abai terhadap kejahatan kemanusiaan yang menimpa bangsa Palestina.

Pesan ini dibeberkan Sayyid Thoriq saat berorasi di hadapan massa aksi dan warga Kukar yang melintas di depan Taman Titik Nol yang berlokasi di Jalan Diponegoro Kelurahan Panji Tenggarong dalam aksi Hari Al-Quds Internasional pada Sabtu (28/3/2024).

“Apabila kita melihat bagaimana bungkamnya umat Islam yang hampir dua miliar tidak mampu memberikan tekanan apa pun padahal hampir 80 persen sumber daya alam dunia di bawah kaki-kaki negara Islam,” ungkapnya.

Advertisements

Sayyid Thoriq mengatakan, dari segi populasi, bangsa Arab merupakan suatu entitas yang memiliki jumlah penduduk yang cukup besar di antara berbagai macam ras di dunia, yakni sekitar 300 juta penduduk yang tersebar di berbagai negara serta wilayah. Selain itu, bangsa ini juga dianugerahi dengan potensi sumber daya alam serta kekuatan finansial yang kuat dan melimpah.

Akan tetapi, ia menyayangkan di balik potensi dan kekayaan yang mereka miliki, bangsa ini masih balum mampu untuk membantu rakyat Palestina untuk mengusir entitas Zionis dari tanah mereka. Hal ini didasari oleh minimnya tingkat kepedulian dan solidaritas antar sesama muslim serta lemahnya kesadaran negeri-negeri Islam untuk bersatu padu dan bersikap satu suara dalam mendukung bangsa Palestina untuk lepas dari bayang-bayang pemerintah Zionis.

Mudahnya umat Islam untuk dibenturkan dan diadu domba menjadi faktor penting lainnya mengapa hingga saat ini harapan untuk menjadikan Palestina sebagai negara yang sepenuhnya berdaulat masih belum dapat terealisasi. Konflik internal yang terjadi antar sesama Muslim yang diakibatkan oleh perbedaan mazhab juga mengambil penghambat perjuangan rakyat Gaza untuk membebaskan negeri mereka dari cengkeraman Israel.

“Besarnya jumlah kita, kuatnya posisi kita, kayanya sumber daya alam kita tidak menjadi nilai tawar dalam proses politik dan militer terhadap Palestina,” ucapnya.

“Sunni-Syiah selalu diadu domba dan kemudian mereka berperang sendiri tanpa memperhatikan apa yang terjadi kepada bangsa muslim Palestina,” jelasnya.

Dalam orasinya, dia menyoroti di mana sebagain umat Islam saat ini memiliki kecenderungan yang hanya berfokus pada ritual ibadah yang bersikap vertikal, namun mengabaikan tanggung jawab sosialnya terhadap sesama manusia. Hal ini anggapnya sebagai salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya rasa peduli umat Islam saat ini atas musibah yang dirasakan oleh mujahid Palestina.

Dalam melaksanakan ibadah sosialnya, sebagain umat Muslim memilih untuk membangun tempat ibadah dengan harapan suatu saat mereka mendapatkan amal jariyah dari banyaknya jemaah yang beribadah dari masjid-masjid yang mereka dirikan.

Padahal, kata dia, amal jariyah yang sesungguhnya adalah aksi sosial yang diinvestasikan dalam bentuk ilmu yang bermanfaat, ilmu-ilmu yang memantik kesadaran umat untuk peduli dan berempati tentang nasib bangsa Palestina. Hal ini dinilainya lebih utama dibanding yang lainnya.

“Ilmu yang bermanfaat yakni ilmu yang menjadikan mereka manusia merdeka; ilmu untuk menyadarkan dirinya sebagai bangsa yang mulia yang tidak rela untuk dihinakan,” jelasnya.

Menurutnya, aksi genosida militer Israel yang dilakukan selama 70 tahun kepada rakyat Palestina merupakan bentuk penistaan sekaligus pelecehan terbesar terhadap nilai-nilai kemanusian yang terjadi di abad modern.

Ia menjelaskan, kolonialisme pada dasarnya terjadi ketika suatu bangsa merebut tanah, menguasai seluruh sumber daya di dalam negara yang dikuasainya tanpa mengusir penduduk asli dari negara yang dijajah.

Namun, sambungnya, tindakan Zionis Israel tak hanya sekadar menjajah sebuah bangsa, tetapi juga dilucuti dengan aksi pencaplokan brutal, merebut secara paksa tanah Palestina sekaligus mengusir penduduk asli Palestina yang telah sedari dulu menetap serta hidup secara rukun selama berabad-abad di negeri mereka.

Penjajahan dengan model semacam ini, kata dia, menghasilkan sebuah tindakan keji melebihi dari model penjajahan yang pernah dilakukan oleh para penjajah Eropa di era kolonialisme terdahulu.

“Mengusir pemilik asli dari tempatnya, selama itu banyak upaya yang dilakukan dan perang yang telah dikobarkan, riuh rendah perjuangan tersebut akhirnya sampai pada titik di mana hal tersebut akan menjadi sepi dan bungkam,” pungkasnya. (*)

Penulis: Ulwan Murtadho

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
Advertisements
POPULER BULAN INI
Advertisements
Advertisements
INDEKS BERITA