Search

Lima Poin Penting dalam Aksi Demonstrasi di Wilayah Zionis

Aksi demonstrasi di wilayah pendudukan Zionis Israel berakhir ricuh dan penangkapan puluhan demonstran. (Mehr News)

BERITAALTERNATIF.COM – Wilayah pendudukan Zionis menyaksikan demonstrasi dan aksi mogok besar-besaran yang melumpuhkan pasar pada pekan ini. Lebih dari satu juta warga Israel menolak hadir di tempat kerja mereka pada hari pertama pekan ini.

Menurut laporan Kantor Berita Mehr, situs berita Al Jazeera menyoroti berbagai aspek dari aksi pawai warga di wilayah pendudukan yang menuntut penghentian perang dan pertukaran tawanan Israel. Aksi ini dilakukan sebagai protes terhadap berlanjutnya perang di Gaza serta desakan kepada kabinet Israel untuk menghentikan konflik dan fokus pada perundingan dengan gerakan perlawanan Palestina guna mencapai kesepakatan pertukaran tawanan dan pemulangan seluruh tawanan Israel.

Aksi mogok ini diselenggarakan oleh Asosiasi Keluarga Tawanan, dengan partisipasi para mantan tawanan yang pernah dibebaskan dalam pertukaran sebelumnya, gerakan protes, serta berbagai serikat pekerja. Beberapa partai oposisi Israel juga bergabung.

Pertama, tuntutan para peserta. Tuntutan utama para peserta demonstrasi adalah penghentian perang di Gaza dan dimulainya negosiasi pertukaran tawanan yang dapat mengembalikan seluruh tawanan Israel.

Keluarga tawanan, mantan tawanan, serikat pekerja, pejabat lokal, serta organisasi masyarakat sipil dan HAM ikut serta dalam aksi ini. Ratusan ribu bisnis menutup pintu mereka, bahkan banyak perusahaan memberi cuti kepada karyawan agar bisa ikut serta.

Aksi protes ini berlangsung di bawah pengamanan ketat. Polisi Israel mengerahkan pasukan besar di sekitar Tel Aviv dan kota-kota utama untuk mencegah bentrokan atau upaya pemblokiran jalan vital. Meski begitu, lebih dari 35 orang Israel ditangkap aparat.

Dengan demikian, aksi ini berubah dari sekadar tuntutan kemanusiaan keluarga tawanan menjadi alat tekanan politik terhadap kabinet Benjamin Netanyahu, yang kini juga menghadapi tuduhan kejahatan perang di Gaza di Mahkamah Pidana Internasional.

Kedua, mogok umum. Mogok umum dimulai sejak pagi di berbagai kota wilayah pendudukan. Ratusan pejabat lokal, termasuk Pemerintah Kota Tel Aviv, serta organisasi sipil dan HAM ikut mendukung. Perusahaan-perusahaan besar pun mengizinkan pekerjanya untuk ikut serta.

Aksi meliputi pawai, pidato, serta pertemuan dengan keluarga tawanan dan mantan tawanan.

Menurut harian ekonomi The Marker, penutupan bisnis dan hampir berhentinya total aktivitas pasar kerja menyebabkan kerugian miliaran shekel bagi Israel hanya dalam satu hari.

Namun, media ekonomi Globes menegaskan bahwa tujuan utama mogok ini bukan kerugian ekonomi, melainkan menciptakan alat tekanan langsung pada kabinet.

Ketiga, tekanan opini publik. Pengamat menilai mogok pekan ini bukan peristiwa sesaat, melainkan titik balik yang memperlihatkan kedalaman krisis internal di Israel. Aksi ini memadukan tekanan ekonomi, pesan politik langsung, dan gerakan rakyat yang masif.

Raviv Drucker, analis politik di Channel 13 Israel, mengatakan bahwa tujuan aksi ini adalah menekan kabinet Netanyahu agar menghentikan perang dan beralih pada negosiasi pertukaran tawanan.

Menurutnya, sikap keras kabinet justru akan memperdalam krisis kepercayaan internal.

Ia menambahkan bahwa mogok ini menunjukkan masyarakat Israel tidak lagi diam, dan kabinet Netanyahu kini menghadapi krisis politik domestik yang mengancam stabilitas serta kelangsungan pemerintahannya.

Keempat, pertaruhan Netanyahu. Yair Golan, ketua Partai Demokrat di Israel, menilai kabinet Netanyahu mengabaikan suara mayoritas dan melanjutkan perang dengan keputusan sepihak. Ia menegaskan bahwa mogok, lumpuhnya ekonomi, dan penuhnya jalanan dengan demonstran adalah satu-satunya cara menyelamatkan Israel dari “pertaruhan berbahaya pendudukan Gaza”, meski ditentang militer dan aparat keamanan.

Dalam wawancara dengan Haaretz, Golan mengatakan bahwa Netanyahu “berbohong dengan mudah”. Menurutnya, kebohongan terbesar Netanyahu adalah soal perang Gaza yang terus ia justifikasi dengan slogan “kemenangan mutlak”.

Ia menekankan bahwa tekanan rakyat melalui mogok dan pawai bukan sekadar protes, melainkan cara memaksa kabinet meninjau ulang kebijakan perang yang terus menimbulkan biaya manusia, politik, dan keamanan sangat besar bagi Israel.

Itamar Eichner, analis politik harian Yedioth Ahronoth, juga menyebut mogok ini mengirim pesan langsung kepada Netanyahu: hentikan perang dan mulai negosiasi pertukaran tawanan.

Menurutnya, Netanyahu kini menghadapi dilema ganda: di satu sisi ada tekanan keluarga tawanan dan opini publik yang semakin jenuh dengan perang, di sisi lain ada klaimnya tentang kemenangan militer di Gaza.

Kelima, dampak aksi protes. Ben Caspit, analis politik harian Maariv, menilai mogok ini mengungkap perubahan besar dalam lanskap politik Israel. Keluarga tawanan kini bukan hanya kelompok kemanusiaan, melainkan sudah menjadi kekuatan sosial-politik aktif.

Ia menambahkan bahwa mereka berhasil mengubah penderitaan pribadi menjadi isu nasional. Opini publik Israel pun semakin yakin bahwa satu-satunya jalan keluar dari perang adalah negosiasi dan kesepakatan pertukaran tawanan.

Namun, Netanyahu tetap bertahan pada opsi perang panjang dan pendudukan Gaza, serta terus mengandalkan retorika keamanan untuk mempertahankan kekuasaannya.

Pengamat menyimpulkan bahwa mogok ini menempatkan Israel pada persimpangan jalan bersejarah:

Menyerah pada tuntutan rakyat, mengutamakan keselamatan tawanan dan stabilitas internal, atau terus melanjutkan perang yang hanya akan menghasilkan pertumpahan darah, perpecahan domestik, dan kerugian ekonomi-politik yang lebih besar bagi Israel. (*)

Sumber: Mehr News
Editor: Ufqil Mubin

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

BACA JUGA

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA