Search

Hamas Tolak Klaim AS soal Gencatan Senjata

Kelompok perlawanan Islam Hamas masih eksis serta terus melakukan perlawanan terhadap militer Zionis di Gaza. (Vietnam Plus)

BERITAALTERNATIF.COM – Hamas menanggapi klaim Amerika Serikat yang menyatakan bahwa kelompok tersebut telah menghambat perundingan gencatan senjata terkait Gaza.

Dilansir dari Mehr News pada Sabtu (26/7/2025), gerakan perlawanan Palestina ini menolak tuduhan yang disampaikan oleh utusan khusus AS pada hari Kamis lalu, dan menegaskan bahwa mereka telah menunjukkan tanggung jawab penuh serta fleksibilitas selama proses negosiasi.

Hamas menekankan komitmennya untuk mencapai kesepakatan yang dapat mengakhiri agresi dan meringankan penderitaan rakyat di Jalur Gaza.

Kelompok tersebut menyatakan dedikasinya yang tulus terhadap keberhasilan upaya mediasi.

Dalam pernyataannya, Hamas kembali menegaskan keinginannya untuk mencapai gencatan senjata yang menghentikan agresi Israel dan mengurangi penderitaan yang dialami oleh warga Gaza.

Hamas menjelaskan bahwa mereka telah menyerahkan tanggapan finalnya setelah konsultasi mendalam dengan berbagai faksi Palestina, para mediator, dan negara-negara sahabat.

“Hamas menyerahkan tanggapan akhir setelah konsultasi ekstensif dan secara konstruktif menanggapi semua masukan, menunjukkan komitmen nyata terhadap keberhasilan upaya mediasi,” bunyi pernyataan tersebut.

Hamas juga menyoroti bahwa pernyataan yang disampaikan oleh Steve Witkoff bertentangan dengan pandangan para mediator, yang menyambut baik sikap konstruktif dan positif dari Hamas.

Pernyataan ini muncul setelah Witkoff mengumumkan bahwa ia menarik diri dari pembicaraan gencatan senjata, dengan menuduh Hamas tidak “bertindak dengan itikad baik.”

“Kami memutuskan untuk menarik tim kami dari Doha untuk melakukan konsultasi setelah tanggapan terbaru dari Hamas, yang jelas menunjukkan kurangnya keinginan untuk mencapai gencatan senjata di Gaza,” tulis Witkoff di media sosial.

“Meskipun para mediator telah melakukan upaya besar, Hamas tampaknya tidak terkoordinasi dan tidak bertindak dengan itikad baik,” lanjutnya.

Witkoff juga menyatakan bahwa Washington kini akan mempertimbangkan opsi alternatif untuk membawa pulang para sandera dan menciptakan lingkungan yang lebih stabil bagi rakyat Gaza, sembari menyatakan kekecewaannya terhadap sikap Hamas.

Hamas menegaskan bahwa mereka hanya akan menyetujui gencatan senjata yang benar-benar menghentikan agresi Israel, sementara rezim tersebut bersikeras melanjutkan operasi militernya bahkan setelah pertukaran tahanan.

Kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengakui bahwa mereka telah menerima tanggapan dari Hamas melalui para mediator dan menyatakan sedang meninjau isinya.

Meskipun negosiasi tidak langsung masih berlangsung di Qatar, belum ada kesepakatan yang dicapai. Sementara Tel Aviv menuduh Hamas memperlambat proses, pihak Palestina justru menyatakan bahwa Israel-lah yang menghambat kemajuan dengan menolak syarat-syarat utama untuk gencatan senjata yang berkelanjutan.

Usulan gencatan senjata juga mencakup pertukaran tahanan yang melibatkan warga Israel yang masih ditahan di Gaza. Dari 251 orang yang diculik pada 7 Oktober 2023, sebanyak 49 masih dalam tahanan, dan militer Israel meyakini 27 di antaranya telah meninggal.

Entitas penjajah menuntut pembubaran infrastruktur militer dan pemerintahan Hamas, sementara Hamas bersikeras adanya jaminan untuk gencatan senjata yang langgeng, penarikan penuh pasukan Israel, serta aliran bantuan kemanusiaan yang tidak terhalang.

Rezim Israel mengklaim telah menerima baik proposal Qatar maupun versi terbaru dari AS.

Pekan ini, tiga negara lagi bergabung dengan 25 negara awal yang merilis pernyataan bersama yang menyerukan penghentian perang di Gaza dan mengecam Israel karena tidak mengizinkan bantuan yang cukup masuk, serta menuntut agar hal tersebut dilakukan sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional.

“Kami, para penandatangan di bawah ini, menyampaikan pesan yang sederhana dan mendesak: perang di Gaza harus segera diakhiri,” bunyi pernyataan yang dirilis pada 21 Juli tersebut.

“Penderitaan warga sipil di Gaza telah mencapai titik yang paling dalam. Model distribusi bantuan oleh pemerintah Israel sangat berbahaya, memicu ketidakstabilan dan merampas martabat kemanusiaan warga Gaza.”

Penolakan rezim Israel terhadap bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan oleh warga sipil dinyatakan sebagai hal yang tidak dapat diterima. Israel harus mematuhi kewajibannya di bawah hukum kemanusiaan internasional, lanjut pernyataan tersebut.

Pernyataan tersebut awalnya ditandatangani oleh para menteri luar negeri dari Australia, Austria, Belgia, Kanada, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Latvia, Lituania, Luksemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Inggris. Menteri luar negeri dari Yunani, Malta, dan Siprus juga menandatangani pernyataan itu pada 22 Juli. (*)

Editor: Ufqil Mubin

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

BACA JUGA

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA