BERITAALTERNATIF.COM – Dugaan adanya praktik pungutan liar (pungli) di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) mendapat sorotan serius dari pengamat hukum Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), La Ode Ali Imran.
Menurutnya, pungli dalam bentuk apa pun jelas melanggar hukum dan tidak boleh ditoleransi. “Kalau ada pungutan seperti itu, itu sudah masuk kategori pungutan liar. Itu tidak dibenarkan menurut ketentuan hukum,” tegas La Ode kepada awak media Berita Alternatif pada Kamis (2/10/2025).
Dia menilai praktik pungli bukanlah hal baru dalam proyek-proyek pemerintah. Berdasarkan berbagai keluhan kontraktor lokal, adanya kewajiban membayar sejumlah persentase kepada pihak tertentu dianggap sebagai “biaya tambahan” yang justru merugikan kualitas pekerjaan.
“Hal semacam ini sudah sering dikeluhkan kontraktor. Akibatnya, pekerjaan menjadi tidak maksimal karena dana yang seharusnya digunakan untuk kualitas proyek justru dipotong untuk pungli,” jelasnya.
Ia menegaskan perlunya ketegasan dari pimpinan daerah untuk menghentikan praktik tersebut. Menurutnya, Bupati Kukar Aulia Rahman Basri sebagai pejabat pembina memiliki kewenangan penuh untuk menertibkan dan menjamin program pembangunan berjalan sesuai visi-misi yang telah ditetapkan.
“Bupati harus berani menyampaikan ke publik bahwa pungli tidak boleh ada lagi. Beliau yang harus jadi garansi, karena semua program itu demi mewujudkan visi-misi daerah,” ujarnya.
Dari aspek hukum, La Ode menyebut praktik pungli bisa ditindak sebagai tindak pidana. Polisi maupun kejaksaan memiliki kewenangan penuh untuk mengusut dugaan tersebut.
“Kalau mau ditindaklanjuti secara hukum, bisa dilaporkan ke kepolisian sebagai tindak pidana pungutan liar. Aparat penegak hukum seharusnya turun, karena masalah ini bukan hal baru dan sudah berlangsung lama,” tegasnya.
Namun, dia juga menyoroti dilema yang dihadapi kontraktor. Menurutnya, para pengusaha sering kali enggan melapor karena mereka pun terlibat dalam praktik tersebut.
“Kalau melapor, bisa dianggap suap-menyuap, karena pemberi dan penerima sama-sama berpotensi kena jerat hukum. Itu yang membuat pelaporan sulit dilakukan,” katanya.
Oleh sebab itu, ia menilai Bupati Aulia dapat mengambil langkah administratif terhadap pejabat yang terbukti melakukan pungli, mulai dari sanksi kode etik, pelanggaran disiplin ASN, hingga pemecatan.
“Yang penting ada pembuktian bahwa pungli itu benar terjadi. Kalau terbukti, itu fatal sekali. Sanksinya bisa sampai pada pemecatan sebagai ASN,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, seorang kontraktor mengeluhkan pungutan liar yang berdalih pengurusan administrasi kontrak proyek kerja sama dengan Dinas PU Kabupaten Kukar.
Seorang kontraktor yang enggan disebut namanya menyebut tarif yang dikenakan beragam, antara Rp 3 juta, Rp 5 juta, hingga Rp 20 juta dalam satu kali kontrak.
“Dia minta di awal kontrak. Katanya untuk jilid dokumen kontrak,” ucapnya kepada awak media ini di Tenggarong pada Selasa (30/9/2025).
Besaran tarif tersebut dinilainya tidak masuk akal karena penjilidan berkas kontrak yang tak mencapai 50 lembar tak mungkin mencapai Rp 5 juta, apalagi hingga Rp 20 juta. “Berkasnya itu tipis aja,” ujarnya.
Proyek dengan nilai Rp 200 juta hingga Rp 400 juta dikenakan tarif Rp 3 juta. Sementara proyek senilai Rp 500 juta dipatok tarif Rp 5 juta. Sedangkan proyek bernilai di atas Rp 1 miliar, staf di dinas tersebut mengenakan tarif Rp 7,5 juta. “Itu untuk di awal kontrak aja,” bebernya.
Ia pun berharap pimpinan di dinas tersebut melakukan perbaikan serta memberikan sanksi tegas kepada para staf yang melakukan pungutan liar berdalih penjilidan berkas kontrak kerja sama pengerjaan proyek.
“Mereka kan sudah dapat gaji dan tunjangan. Apalagi sekarang kan sudah bukan honorer lagi. Rata-rata mereka sudah diangkat jadi PPPK, bahkan ada yang sudah PNS,” tutupnya.
Kepala Dinas PU Kukar Wiyono mengaku tak mengehui adanya pungutan tersebut. Pasalnya, dia tidak pernah memerintahkan bawahannya untuk memungut biaya dari para kontraktor.
“Saya sendiri pun enggak pernah minta sama kontraktor,” tegasnya kepada awak media Berita Alternatif saat ditemui di Pasar Tangga Arung pada Rabu (1/10/2025).
Ia mengaku akan mendalami masalah ini. Selama ini, para kontraktor tak pernah melaporkan kasus tersebut kepadanya. Kasus ini justru diketahuinya dari awak media ini.
Wiyono menyesalkan langkah kontraktor yang menyampaikan masalah ini kepada media massa. “Harusnya lapor ke saya, bukan ke media,” sesalnya.
Jika laporan ini diterimanya langsung dari kontraktor, dia bisa mengetahui lebih awal serta bisa mengambil langkah-langkah korektif.
“Kalau dari media, nanti ribut di media. Itu yang jadi masalah,” katanya.
Kasus seperti ini dinilainya sangat sensitif, sehingga ia tak dapat menjawab pertanyaan seputar langkah-langkah yang akan diambilnya untuk mengevaluasi masalah tersebut.
Meski begitu, Wiyono kembali menekankan bahwa dia tak pernah meminta uang sepeser pun kepada kontraktor yang bekerja sama dengan Dinas PU Kukar.
“Yang jelas saya enggak pernah meminta kepada teman-teman anu itu. Untuk meminta-minta itu enggak pernah,” bebernya.
Sebagai dinas pelayanan, dia menyebut seluruh perangkat di Dinas PU Kukar tak boleh meminta uang kepada kontraktor.
“Kita ini pelayanan. Kita ini layanan; memberikan pelayanan untuk proses anunya. Kalau itu enggak boleh; sebenarnya enggak boleh,” pungkasnya. (*)
Penulis & Editor: Ufqil Mubin