Search

Ancaman Senyap di Laboratorium, Mendesak Penerapan K3 bagi Pekerja Kesehatan

Penulis. (Berita Alternatif via penulis opini)

Oleh: Rika Veronika*

Laboratorium, bagi sebagian orang, hanyalah ruang penelitian atau tempat pemeriksaan spesimen medis. Namun, bagi para tenaga kesehatan, laboratorium adalah ruang kerja sehari-hari, tempat mereka mencari nafkah sekaligus mengabdi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Di balik jas laboratorium putih dan peralatan canggih yang tampak profesional, tersimpan ancaman senyap yang bisa membahayakan jiwa para pekerja.

Banyak masyarakat awam menganggap bekerja di laboratorium adalah profesi “eksekutif”—bersih, tenang, dan berkelas. Namun, realitasnya jauh lebih kompleks. Pekerjaan di laboratorium, khususnya laboratorium pelayanan kesehatan seperti laboratorium rumah sakit, klinik, puskesmas, hingga laboratorium kesehatan daerah, penuh dengan risiko.

Para pekerja berhadapan langsung dengan spesimen manusia—darah, urine, cairan tubuh—yang tidak jarang membawa agen infeksi berbahaya. Mereka juga bersentuhan dengan bahan kimia, alat tajam, dan perangkat teknologi yang jika tidak digunakan dengan prosedur benar bisa menimbulkan kecelakaan.

Setiap pekerjaan memang memiliki risiko. Namun, risiko di laboratorium pelayanan kesehatan tergolong tinggi. Karena itu, penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) menjadi keharusan mutlak. Alat Pelindung Diri (APD), prosedur kerja standar, serta kesadaran pekerja menjadi benteng utama untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Pertama, untuk menyelamatkan jiwa. Di laboratorium, risiko luka hingga kematian selalu mengintai. Penanganan bahan kimia yang salah dapat memicu keracunan atau ledakan. Alat tajam seperti jarum suntik berpotensi menularkan penyakit menular berbahaya jika terjadi tusukan. Bahkan kesalahan dalam pemeriksaan spesimen bisa berujung pada salah diagnosis dan salah pengobatan yang membahayakan pasien.

Kedua, melindungi properti laboratorium. Laboratorium penuh dengan peralatan canggih dan bahan kimia berbahaya. Kesalahan penyimpanan atau interaksi bahan kimia yang tidak terkendali bisa menimbulkan ledakan atau kebakaran. Dampaknya bukan hanya kerugian materi, tetapi juga mengancam keselamatan pekerja di sekitarnya.

Ketiga, mencegah kontaminasi silang. Semua spesimen medis harus dianggap infeksius. Tanpa prosedur K3 yang tepat, bakteri atau virus berbahaya dapat berpindah dari satu sampel ke sampel lain, bahkan menginfeksi pekerja dan pasien.

Keempat, menjamin pencatatan dan hasil pemeriksaan yang akurat. Penerapan K3 memastikan data pasien, prosedur, dan pengobatan berjalan dengan benar. Hasil laboratorium yang akurat sangat krusial karena menjadi dasar dokter dalam menentukan diagnosis dan terapi.

Untuk menjaga keselamatan, ada sejumlah prosedur K3 yang wajib dijalankan di laboratorium: semua spesimen dianggap infeksius dan harus ditangani dengan hati-hati; kebersihan laboratorium dan petugas dijaga sebelum dan setelah bekerja; area kerja, termasuk meja dan peralatan, wajib didisinfeksi sebelum dan sesudah digunakan, serta cuci tangan sesuai standar WHO, baik dengan sabun maupun cairan disinfektan.

Selain itu, gunakan APD sesuai level pekerjaan—minimal jas laboratorium, masker, dan sarung tangan; tidak makan atau minum di laboratorium untuk mencegah kontaminasi; semua bahan kimia diberi label jelas dengan kode peringatan; tumpahan bahan infeksius atau kimia ditangani sesuai prosedur khusus; penanganan luka akibat tertusuk jarum harus cepat: mencuci luka dengan air mengalir, pemberian profilaksis pasca pajanan, hingga terapi antiretroviral jika terkait risiko HIV, serta limbah infeksius, baik padat maupun cair, dikelola sesuai standar K3.

K3 tidak hanya bergantung pada prosedur kerja, tetapi juga ketersediaan fasilitas penunjang. Laboratorium harus dilengkapi dengan air bersih, alat pemadam kebakaran, eye wash, emergency shower, serta sistem pemantauan suhu dan kelembaban. Dengan sarana memadai, risiko kecelakaan bisa ditekan seminimal mungkin.

Namun, fasilitas saja tidak cukup. Kesadaran pekerja laboratorium menjadi faktor penentu. Pengetahuan tentang bahaya kerja, keterampilan menangani insiden seperti tumpahan atau tusukan jarum, serta kedisiplinan dalam menjalankan prosedur K3 akan menentukan keselamatan. Tanpa kesadaran, peraturan hanya akan menjadi formalitas yang diabaikan.

Laboratorium adalah tulang punggung pelayanan kesehatan. Tanpa laboratorium, diagnosis penyakit akan sulit ditegakkan, terapi tidak bisa tepat, dan layanan kesehatan menjadi tidak optimal. Oleh karena itu, melindungi tenaga laboratorium berarti melindungi kualitas layanan kesehatan secara keseluruhan.

Penerapan K3 yang benar akan menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat. Petugas laboratorium bisa bekerja dengan nyaman, produktivitas meningkat, dan hasil pemeriksaan lebih akurat. Pada akhirnya, keselamatan pekerja bukan hanya soal melindungi individu, tetapi juga menjaga citra positif laboratorium dan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.

Laboratorium memang tempat bekerja yang penuh tantangan. Tetapi dengan perlindungan memadai, disiplin tinggi, dan kesadaran kolektif, bahaya yang mengintai bisa diminimalkan. Keselamatan pekerja adalah prioritas, karena tanpa mereka, pelayanan kesehatan tidak akan berjalan. (*Program Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman)

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

BACA JUGA

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA