Search

Helm hingga Istirahat Cukup, K3 Dimulai dari Kebiasaan Kecil

Penulis. (Berita Alternatif via penulis opini)

Oleh: dr. Fierda Eka Pratiwi*

Sering kali istilah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dianggap hanya berlaku di pabrik besar, proyek pembangunan, atau perusahaan tambang. Padahal, K3 sejatinya menyentuh semua jenis pekerjaan, baik yang berada di lapangan maupun di balik meja kantor. Tujuannya sederhana: bagaimana seseorang bisa pulang dengan selamat, sehat, dan bugar setelah bekerja.

Sayangnya, banyak orang masih memandang K3 sebagai hal formal, sekadar aturan yang wajib dipatuhi untuk menghindari sanksi. Padahal, esensi K3 jauh lebih luas dan manusiawi: ia adalah cara kita melindungi diri, teman kerja, hingga keluarga yang menanti di rumah.

K3 sering identik dengan alat pelindung diri. Helm di proyek, sepatu safety di pabrik, masker di udara berdebu—semua tampak sepele, tapi bisa jadi penentu hidup dan mati. Masih banyak yang mengabaikannya karena merasa repot atau tidak terbiasa. Padahal, satu detik kelalaian bisa berakibat fatal.

Lebih jauh, K3 tidak hanya soal alat pelindung. Kebiasaan kecil sehari-hari juga bagian dari keselamatan kerja. Minum air putih cukup mencegah dehidrasi. Istirahat teratur menjaga konsentrasi tetap stabil. Peregangan lima menit di sela-sela pekerjaan kantor bisa menghindarkan nyeri punggung dan masalah kesehatan kronis. Hal-hal sederhana ini sering disepelekan, padahal justru pondasi dari K3 yang sebenarnya.

Budaya kerja kita sering kali menempatkan produktivitas di atas kesehatan. Banyak orang bangga bercerita soal lembur hingga larut malam, seolah itu tanda dedikasi. Nyatanya, tubuh yang kelelahan justru berisiko lebih besar mengalami kecelakaan.

Contohnya, sopir truk yang dipaksa mengemudi lebih dari 12 jam tanpa istirahat. Risiko mengantuk di jalan bukan hanya mengancam dirinya, tapi juga penumpang dan pengguna jalan lain. Begitu juga tenaga medis yang kelelahan bisa melakukan kesalahan kecil yang berakibat fatal bagi pasien.

Produktivitas sejati bukan diukur dari lama bekerja, tetapi dari efektivitas dan kualitas hasil kerja. Efektivitas hanya bisa dicapai jika tubuh sehat dan pikiran jernih. Dengan kata lain, produktivitas lahir dari pekerja yang selamat.

Mengandalkan aturan perusahaan atau himbauan pemerintah saja tidak cukup. Keselamatan harus berangkat dari kesadaran individu. K3 harus jadi gaya hidup.

Contoh sederhana adalah sabuk pengaman di mobil. Dulu, banyak orang malas memakainya. Tapi karena terus diingatkan, dibiasakan, dan ditegakkan, kini sabuk pengaman sudah menjadi hal yang otomatis dipakai tanpa perlu diperintah. Sama halnya dengan helm, alat pelindung diri, istirahat, hingga minum air putih—jika dijadikan kebiasaan, lama-lama terasa alami dan bukan beban.

K3 yang melekat sebagai gaya hidup akan membentuk budaya bersama. Saat semua orang disiplin dengan hal kecil, lingkungan kerja pun menjadi lebih aman, nyaman, dan produktif.

Sering kali kita lupa, K3 bukan hanya untuk melindungi pekerja di tempat kerja. Lebih dari itu, K3 juga untuk melindungi keluarga di rumah.

Seorang ayah yang pulang kerja dengan tubuh sehat dan utuh adalah kebahagiaan terbesar bagi anak-anaknya. Seorang ibu yang bekerja tanpa cedera dan tanpa mengorbankan kesehatannya adalah teladan berharga bagi keluarganya. Sebaliknya, kecelakaan kecil yang diabaikan bisa berdampak panjang. Tidak hanya pada pekerja, tapi juga keluarga yang harus menanggung beban fisik, mental, hingga finansial. Dengan kata lain, setiap langkah kecil menjaga keselamatan adalah bentuk cinta pada keluarga.

Budaya K3 tidak lahir dari program besar semata. Ia dimulai dari langkah kecil yang konsisten. Pakailah helm setiap kali berada di area berisiko. Minumlah air putih cukup agar tubuh tetap bugar. Jangan anggap remeh istirahat, karena lelah yang dipaksakan bisa membawa petaka. Gunakan alat pelindung diri meskipun pekerjaan terlihat ringan.

Kebiasaan kecil ini mungkin tidak terlihat heroik, tapi justru di situlah kekuatan K3. Jika setiap orang menerapkannya, maka keselamatan kerja bukan lagi sekadar slogan di poster, melainkan realitas di lapangan.

Keselamatan kerja bukan formalitas, bukan pula jargon perusahaan. Ia adalah hak setiap pekerja, sekaligus tanggung jawab bersama. Membudayakan K3 berarti memastikan setiap orang bisa bekerja dengan aman, sehat, dan pulang ke rumah dengan senyum.

Mari kita mulai dari yang paling sederhana: helm yang selalu dipakai, rehat yang tidak ditunda, segelas air putih yang tak lupa diminum. Dari kebiasaan kecil inilah lahir budaya besar yang menyelamatkan nyawa. Karena pada akhirnya, setiap orang hanya ingin satu hal: pulang ke rumah dengan selamat. (*Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman)

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

BACA JUGA

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA