Search

Potret Suram Gaza: Bencana Kelaparan dan Kemanusiaan

Seorang pejabat senior dari lembaga medis internasional Doctors Without Borders menggambarkan kondisi di Gaza sudah melampaui batas kata kehancuran. (Tasnim News)

BERITAALTERNATIF.COM – “Situasinya benar-benar tidak bisa lagi hanya disebut bencana. Kata bencana sekarang terasa terlalu ringan. Kenyataannya jauh lebih buruk dari apa yang bisa dibayangkan sebagai sebuah kehancuran,” kata Mohammed Abu Mughaiseeb, wakil koordinator medis MSF di Gaza, kepada Anadolu dalam wawancara pada Sabtu.

Gaza kini sama sekali tidak memiliki sistem kesehatan yang berfungsi, sementara kelaparan meluas di mana-mana.

Dia menjelaskan bahwa sektor kesehatan telah dihancurkan secara sistematis selama 22 bulan serangan Israel, dengan mayoritas rumah sakit hancur atau berhenti beroperasi.

“Saya tidak bisa lagi menyebutnya sebagai sistem kesehatan yang runtuh. Tidak, di Gaza sekarang memang sudah tidak ada sistem kesehatan sama sekali,” tegasnya.

Ia juga menambahkan bahwa klinik darurat dan ruang perawatan seadanya yang tersisa sudah penuh sesak oleh pasien luka parah maupun sakit kritis.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, tingkat keterisian rumah sakit mencapai 300%, membuat pasien terpaksa dirawat di lantai tanpa alas, dan banyak operasi terhenti karena ketiadaan obat-obatan maupun peralatan. Dari 38 rumah sakit, hanya 15 yang masih beroperasi sebagian, dan itu pun dalam kondisi rusak berat akibat bombardir Israel.

Abu Mughaiseeb mengatakan masuknya beberapa truk bantuan akhir-akhir ini hampir tidak berpengaruh dalam mengatasi kelaparan.

“Tidak ada makanan, tidak ada obat-obatan, tidak ada bantuan kemanusiaan yang nyata,” ujarnya berulang.

“Anak-anak yang meninggal karena kelaparan sebenarnya memiliki penyakit bawaan. Mereka tidak seharusnya mati. Jika ada makanan bergizi, jika ada susu dan protein khusus, mereka akan tetap hidup,” tambahnya.

Laporan ketahanan pangan yang didukung PBB sudah mengonfirmasi adanya kelaparan di Gaza utara dan memperkirakan kondisi ini akan menjalar ke selatan pada akhir September.

Pejabat MSF itu juga mengecam skema distribusi bantuan yang digagas Israel dan AS sebagai pengganti PBB karena dianggap berbahaya.

“Itu bukan titik distribusi, tapi titik kematian,” katanya, menggambarkan warga sipil yang sering diserang di lokasi distribusi.

Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan lebih dari 2.000 warga Palestina tewas dan 15.000 lebih terluka akibat tembakan tentara Israel saat menunggu bantuan sejak Mei.

Tentang rencana Israel untuk kembali menduduki Kota Gaza, Abu Mughaiseeb memperingatkan bahwa hal itu akan memaksa hampir dua juta pengungsi Palestina berkumpul di sudut wilayah yang tidak layak huni. “Itu rencana gila,” katanya.

“Akan ada banyak orang terbunuh, banyak darah tertumpah, dan orang-orang tak bersalah akan mati. Mereka menyebutnya zona kemanusiaan. Tidak ada zona kemanusiaan. Bagaimana mungkin menampung dua juta orang, mendirikan tenda, lalu memberikan layanan kesehatan dan makanan?” ujarnya. “Saya sungguh tidak tahu, ini benar-benar kegilaan,” sambungnya.

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, pada Jumat lalu mengonfirmasi bahwa dia telah menyetujui rencana operasi militer untuk merebut Kota Gaza—bagian dari strategi pemerintah Israel untuk kembali menduduki wilayah itu dan melucuti kelompok perlawanan Palestina.

Sejak Oktober 2023, Israel telah membunuh lebih dari 62.600 warga Palestina dalam serangan brutal di Gaza. Kampanye militer ini telah meratakan wilayah itu hingga menghadapi ancaman kelaparan besar-besaran.

Pada November 2024, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri perang Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. (*)

Sumber: Tasnim News
Penerjemah: Ali Hadi Assegaf
Editor: Ufqil Mubin

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

BACA JUGA

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA