Search

Peran K3 di Puskesmas Samarinda: Vaksin Menyelamatkan, Limbah Mengancam

Penulis. (Berita Alternatif via penulis opini)

Oleh: La Debi Atthoba*

Puskesmas di Kota Samarinda merupakan garda terdepan dalam menjaga kesehatan masyarakat. Di balik setiap layanan yang diberikan, terutama program vaksinasi, ada satu fondasi penting yang tidak boleh diabaikan: Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

K3 bukan sekadar aturan formal, melainkan sebuah filosofi yang menempatkan keselamatan manusia sebagai prioritas. Dalam konteks pelayanan vaksinasi, K3 hadir untuk memastikan bahwa tenaga kesehatan, pasien, dan lingkungan terlindungi dari risiko yang mungkin timbul, termasuk dari limbah vaksin.

Penerapan K3 di Puskesmas Samarinda memiliki makna yang mendalam. Tenaga kesehatan adalah ujung tombak pelayanan, dan tanpa perlindungan yang memadai, mereka sangat rentan terhadap berbagai kecelakaan kerja. Risiko tertusuk jarum suntik, terpapar darah atau cairan tubuh, hingga kelelahan akibat beban kerja tinggi adalah ancaman nyata yang harus dihadapi setiap hari. Prinsip dasar K3 adalah bahwa setiap orang berhak bekerja dalam kondisi yang aman dan sehat, tanpa harus mempertaruhkan nyawanya demi melayani orang lain.

Untuk mewujudkan hal ini, ada beberapa aspek penting yang menjadi perhatian. Pertama, budaya keselamatan kerja harus ditanamkan di setiap lini. K3 bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga institusi. Kepala Puskesmas memiliki peran sentral dalam memastikan semua staf memahami prosedur keselamatan, memiliki akses terhadap alat pelindung diri, serta berani melaporkan insiden tanpa takut disalahkan. Di Samarinda, banyak puskesmas yang mulai mengintegrasikan pelatihan K3 ke dalam kegiatan rutin, misalnya dengan simulasi tanggap darurat bila terjadi kecelakaan kerja.

Kedua, ketersediaan sarana dan prasarana menjadi faktor penting. Alat Pelindung Diri (APD) seperti sarung tangan, masker, pelindung mata, dan sepatu tertutup harus tersedia dalam jumlah cukup dan sesuai standar. Penerapan K3 tidak bisa berjalan bila fasilitas minim. Pemerintah daerah bersama Kementerian Kesehatan perlu memastikan bahwa distribusi APD dan sarana keselamatan berjalan merata hingga ke puskesmas di tingkat kelurahan.

Ketiga, prosedur kerja aman wajib diterapkan. Dalam konteks vaksinasi, ini mencakup mulai dari proses penyimpanan vaksin di rantai dingin (cold chain), penggunaan jarum suntik sekali pakai, hingga pembuangan limbah medis dengan benar. Prosedur tersebut bukan hanya untuk menjaga kualitas vaksin, tetapi juga untuk melindungi tenaga kesehatan agar tidak terpapar risiko. Misalnya, setiap jarum bekas harus langsung dibuang ke dalam safety box tanpa melalui proses manipulasi yang berbahaya, sesuai dengan prinsip no recap atau larangan menutup kembali jarum setelah digunakan.

Keempat, sistem pelaporan insiden dan tindak lanjut harus berjalan dengan baik. Sering kali, kecelakaan kerja di fasilitas kesehatan tidak terdokumentasi dengan baik karena dianggap hal sepele. Padahal, laporan insiden adalah dasar untuk perbaikan. Bila ada petugas yang tertusuk jarum bekas vaksin, segera dilakukan pencatatan, pemeriksaan medis, serta tindak lanjut berupa terapi pencegahan bila diperlukan. Di Samarinda, penerapan buku log insiden di puskesmas mulai menjadi perhatian, meskipun konsistensinya masih perlu ditingkatkan.

Selain aspek teknis, K3 juga menyangkut kesehatan mental dan kesejahteraan tenaga kerja. Beban kerja tinggi, tekanan dari masyarakat, serta keterbatasan sumber daya sering kali membuat tenaga kesehatan di puskesmas rentan stres. K3 hadir bukan hanya untuk mencegah luka fisik, tetapi juga untuk melindungi kesehatan mental. Lingkungan kerja yang mendukung, komunikasi yang terbuka, serta penghargaan atas kerja keras staf menjadi bagian integral dari budaya K3.

Dalam ranah hukum, penerapan K3 memiliki payung regulasi yang kuat. Misalnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menjadi landasan utama yang mengatur hak pekerja atas keselamatan di tempat kerja. Selain itu, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit juga berlaku bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas, karena di dalamnya tercakup standar K3 dalam pelayanan kesehatan, termasuk imunisasi dan pengelolaan limbah medis. Di sisi lain, regulasi lingkungan seperti Permen LHK Nomor 56 Tahun 2015 memperkuat kewajiban fasilitas kesehatan untuk mengelola limbah berbahaya sesuai prinsip K3.

Samarinda memperlihatkan bahwa penerapan K3 tidak selalu mudah. Sebagai ibu kota Kalimantan Timur, Kota Tepian menghadapi tantangan khas seperti urbanisasi, pertumbuhan penduduk, dan keterbatasan lahan untuk pengolahan limbah medis. Namun, semangat tenaga kesehatan di puskesmas menjadi modal besar. Mereka bekerja tidak hanya karena kewajiban, tetapi karena kepedulian pada masyarakat. Dengan dukungan regulasi yang jelas, sarana memadai, serta budaya keselamatan yang terus dibangun, K3 dapat menjadi pondasi kuat bagi pelayanan kesehatan di Samarinda.

Pada akhirnya, K3 adalah soal kemanusiaan. Ia memastikan bahwa setiap tenaga kesehatan yang berangkat kerja di pagi hari bisa kembali ke rumah dengan selamat di sore hari. Ia melindungi pasien agar menerima vaksinasi tanpa risiko tersembunyi. Ia menjaga lingkungan agar tetap sehat untuk generasi mendatang. Vaksin mungkin menyelamatkan masyarakat dari penyakit menular, tetapi K3 menyelamatkan mereka yang bekerja di balik layar, yang setiap hari berhadapan langsung dengan risiko. (*Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Prodi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman)

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

BACA JUGA

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA