Search

Pentingnya APD di Ruang Gigi dan Mulut: Nyaman untuk Dokter, Aman untuk Pasien

Penulis. (Berita Alternatif via penulis opini)

Oleh: Tasha Citra Purnama*

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di ruang pelayanan gigi dan mulut sangat penting yang merupakan upaya untuk melindungi tenaga kesehatan dan pasien. Banyak orang mungkin merasa gugup saat memasuki ruang praktek dokter gigi. Suara bor, aroma obat, hingga bayangan kursi perawatan sering membuat pasien merasa tidak nyaman.

Namun, ada hal lain yang juga menarik perhatian: penampilan dokter gigi yang kini serba “berlapis”—memakai masker khusus, pelindung wajah, sarung tangan, hingga pakaian pelindung. Inilah yang disebut Alat Pelindung Diri (APD), sebuah kebutuhan mutlak dalam setiap pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

Mungkin sebagian pasien bertanya-tanya, “Kenapa harus repot-repot pakai APD lengkap seperti itu? Bukankah cukup masker dan sarung tangan saja?” Jawabannya sederhana: karena ruang gigi dan mulut adalah salah satu area dengan risiko penularan penyakit tertinggi.

Praktik kedokteran gigi berbeda dengan banyak layanan kesehatan lain. Dokter gigi bekerja langsung di area mulut pasien, di mana terdapat air liur, darah, bahkan percikan atau aerosol yang bisa menyebar ke udara ketika alat berputar atau disemprotkan air. Aerosol ini bisa bertahan di udara dan menjadi jalan penyebaran berbagai penyakit menular, mulai dari flu hingga hepatitis.

Bayangkan jika dokter gigi bekerja tanpa perlindungan memadai. Risiko tertular penyakit dari pasien akan sangat besar, begitu pula sebaliknya—dokter gigi yang sakit berpotensi menularkan ke pasien lain. Di sinilah APD berperan penting: menjadi perisai yang melindungi kedua belah pihak.

APD bukan hanya sebatas masker dan sarung tangan. Dalam standar internasional, terutama setelah pandemi, dokter gigi dianjurkan menggunakan perlengkapan yang lebih lengkap, seperti: masker respirator (N95 atau setara): mampu menyaring partikel kecil di udara; face shield atau kacamata pelindung: melindungi mata dari percikan cairan; gown atau baju pelindung sekali pakai: mencegah kontaminasi pada pakaian; sarung tangan medis: menjaga kontak langsung tetap higienis, serta penutup kepala dan sepatu khusus: menambah keamanan di area klinik.

Mungkin terlihat berlebihan, tetapi semua lapisan ini bagaikan benteng pertahanan berlapis. Sama seperti pengendara motor yang memakai helm, jaket, sarung tangan, hingga sepatu: semakin lengkap, semakin aman.

Tentu, ada tantangan tersendiri bagi dokter gigi. Menggunakan APD lengkap dalam jangka waktu lama bisa membuat gerah, dan membatasi gerak. Namun, demi keselamatan bersama, ketidaknyamanan ini harus diterima sebagai bagian dari profesi. Tidak hanya dokter gigi, perawat dan pasien yang memasuki ruangan pelayanan gigi juga sebaiknya menggunakan gown disposable agar tidak menempel di baju yang digunakan yang dapat beresiko menularkan ke orang lain setelah keluar dari ruangan.

Sebaliknya, bagi pasien, APD memberikan rasa aman. Walau kadang interaksi terasa lebih kaku karena wajah dokter gigi sebagian tertutup, sesungguhnya APD adalah bukti profesionalisme. Dokter gigi menunjukkan bahwa ia peduli pada kesehatan pasien, bukan sekadar pada tindakan medisnya.

Dengan kata lain: APD membuat dokter nyaman bekerja, sekaligus membuat pasien tenang menerima perawatan.

Menariknya, APD juga bisa menjadi sarana edukasi kesehatan. Pasien yang melihat betapa ketatnya prosedur perlindungan di klinik gigi akan lebih sadar tentang pentingnya menjaga kebersihan diri. Mereka belajar bahwa pencegahan penyakit menular bukan hanya urusan rumah sakit, tetapi juga bagian dari kehidupan sehari-hari.

Dokter gigi bisa memanfaatkan momen ini dengan memberikan penjelasan singkat: mengapa APD digunakan, apa risikonya jika diabaikan, dan bagaimana pasien juga bisa melindungi diri di rumah. Dengan komunikasi sederhana, APD bukan lagi sekadar “pakaian kerja”, melainkan juga alat edukasi publik.

Sebagian orang mungkin berpikir: “Kalau dokter gigi harus pakai APD lengkap, bukankah biayanya jadi lebih mahal?” Pandangan ini wajar, tetapi sesungguhnya keliru. APD bukan beban, melainkan investasi kesehatan. Biaya tambahan untuk APD jauh lebih kecil dibanding risiko dan biaya pengobatan bila terjadi penularan penyakit serius.

Dengan kata lain, APD adalah jaminan bahwa pelayanan gigi dilakukan dengan standar keselamatan terbaik. Pasien tidak hanya membayar jasa perawatan, tetapi juga membeli rasa aman.

Pada akhirnya, APD di ruang gigi dan mulut bukan sekadar keharusan regulasi, melainkan kebutuhan nyata. Dokter gigi bekerja di garis depan menghadapi risiko penularan, dan pasien berhak mendapatkan layanan yang aman.

Maka, jangan heran bila dokter gigi Anda tampil “berlapis”. Itu bukan karena ingin menjaga jarak, tetapi justru sebagai bentuk kepedulian.

Ingatlah selalu: nyaman untuk dokter, aman untuk pasien. Dengan APD, praktik kedokteran gigi menjadi lebih dari sekadar perawatan—ia menjadi wujud nyata dari budaya keselamatan dalam pelayanan kesehatan. (*Mahasiswi Magister Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman)

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

BACA JUGA

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA