Search

Ikhtiar untuk Memastikan Keselamatan Kerja di Sektor Jasa dan UMKM

Penulis. (Berita Alternatif via penulis opini)

Oleh: Intan Kurnia

Saat mendengar istilah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), kebanyakan orang langsung membayangkan helm proyek, rompi oranye, dan peralatan berat di lokasi konstruksi atau pabrik besar. Tidak salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar. Selama ini, K3 cenderung dipersepsikan sebagai tanggung jawab industri berat, padahal risiko kecelakaan kerja juga tinggi di sektor jasa dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Kecelakaan kerja tidak mengenal ukuran usaha. Seorang pekerja laundry bisa mengalami iritasi kulit karena deterjen kimia. Tukang cukur bisa terluka karena alat potong yang tidak steril atau rusak. Penjual gorengan di pinggir jalan bisa terkena luka bakar minyak panas. Bahkan pekerja digital yang tampak “nyaman” di depan laptop pun bisa menderita gangguan muskuloskeletal akibat postur kerja yang buruk atau kelelahan mata akibat layar monitor. Ini semua adalah risiko nyata yang selama ini luput dari perhatian karena dianggap sepele.

Contoh lain bisa dilihat di sektor perhotelan dan restoran. Seorang juru masak yang terburu-buru bisa tergelincir karena lantai dapur licin. Karyawan hotel bisa mengalami nyeri punggung kronis akibat mengangkat kasur atau koper berulang kali. Begitu juga di sektor transportasi online, di mana pengemudi rentan terhadap kecelakaan lalu lintas, kelelahan, hingga polusi udara. Semua ini menunjukkan bahwa risiko K3 tersebar luas, bahkan di pekerjaan yang tampak sederhana.

Fakta ini menegaskan bahwa setiap pekerjaan menyimpan potensi bahaya, meskipun bentuknya berbeda-beda. Membatasi pemahaman K3 hanya untuk industri berat adalah kekeliruan yang bisa berakibat fatal, terutama bagi pelaku usaha kecil yang rentan terhadap guncangan.

Data dari BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa sektor perdagangan dan jasa menempati posisi cukup tinggi dalam jumlah kasus kecelakaan kerja. Ironisnya, rendahnya kesadaran K3 di kalangan pelaku UMKM membuat sebagian besar kejadian tidak dilaporkan. Akibatnya, tidak ada tindakan korektif, apalagi pencegahan.

Hal ini membentuk lingkaran masalah: kecelakaan dianggap biasa, lalu dibiarkan, dan akhirnya terus berulang. Dampaknya tidak hanya pada pekerja, tetapi juga pada kelangsungan usaha. Satu kecelakaan kerja bisa menyebabkan pekerja kehilangan penghasilan, pemilik usaha harus menanggung biaya tambahan, bahkan pelanggan bisa kehilangan kepercayaan. Untuk UMKM yang modalnya terbatas, situasi ini bisa menghentikan roda usaha secara total.

Alasan yang sering muncul adalah keterbatasan biaya dan sumber daya. Banyak pelaku usaha kecil merasa K3 terlalu rumit dan tidak sesuai dengan kapasitas mereka. Ada yang beranggapan bahwa menerapkan K3 hanya akan menambah beban operasional.

Padahal, penerapan K3 tidak harus mahal. Langkah-langkah sederhana seperti menyediakan alat pelindung diri (masker, sarung tangan, celemek), membuat SOP kerja yang ringkas, menjaga kebersihan tempat kerja, serta memberi pelatihan dasar keselamatan sudah merupakan bentuk implementasi K3 yang efektif. Bahkan, hal-hal sekecil menata kabel listrik agar tidak berserakan, menyediakan kotak P3K sederhana, atau memastikan ventilasi ruangan cukup bisa mencegah kecelakaan serius.

Selain itu, penerapan K3 juga bisa dilakukan secara bertahap. UMKM bisa memulai dari hal kecil, misalnya memberi edukasi singkat tentang cara menggunakan peralatan dengan benar, membiasakan cuci tangan sebelum dan sesudah bekerja, hingga membangun kebiasaan melaporkan hampir celaka (near miss) agar bisa dievaluasi bersama. Upaya kecil ini tidak hanya meningkatkan keselamatan, tetapi juga membangun kesadaran bahwa kesehatan kerja adalah prioritas bersama.

K3 bukan soal mewah atau sederhana, tapi soal niat dan tanggung jawab. Jika tempat usaha kecil memperhatikan keselamatan pekerjanya, bukan hanya risiko kecelakaan yang menurun, tetapi juga akan terbentuk citra usaha yang peduli terhadap karyawan. Ini bisa menjadi nilai tambah di mata pelanggan dan mitra usaha.

Konsumen kini semakin peduli pada etika bisnis, termasuk bagaimana pekerja diperlakukan. UMKM yang memiliki budaya kerja aman dan sehat akan lebih dipercaya, bahkan berpeluang menarik investor. Lebih jauh, penerapan K3 dapat meningkatkan produktivitas. Pekerja yang sehat dan aman akan lebih fokus, jarang absen, dan bekerja dengan semangat lebih tinggi. Sebaliknya, lingkungan kerja yang rawan kecelakaan hanya akan menurunkan kualitas produk atau layanan, serta memicu kerugian berulang.

Dengan kata lain, K3 bukan beban biaya, melainkan investasi jangka panjang. Biaya kecil untuk pelatihan atau alat keselamatan bisa menyelamatkan usaha dari kerugian besar akibat kecelakaan kerja.

Peran pemerintah dan lembaga terkait pun sangat penting. Program pembinaan K3 seharusnya tidak hanya difokuskan pada perusahaan besar, tetapi juga menjangkau sektor informal dan UMKM. Penyuluhan K3 yang sederhana, pelatihan gratis, dan insentif bagi usaha kecil yang menerapkan K3 bisa menjadi langkah konkret untuk membangun budaya keselamatan kerja yang inklusif.

Selain itu, integrasi K3 dalam program pemberdayaan UMKM juga perlu diperkuat. Misalnya, ketika ada bantuan modal atau pelatihan kewirausahaan, aspek K3 harus ikut diajarkan. Dengan begitu, keselamatan kerja menjadi bagian dari strategi usaha sejak awal, bukan tambahan belakangan. Perguruan tinggi, lembaga riset, dan organisasi masyarakat pun dapat berperan aktif dalam mendampingi UMKM untuk menerapkan K3 sesuai kapasitas mereka.

Pada akhirnya, keselamatan kerja adalah hak semua pekerja, tanpa memandang besar kecilnya usaha atau jenis industrinya. K3 tidak boleh eksklusif untuk mereka yang bekerja dengan mesin berat, tetapi juga harus hadir di balik etalase toko, dapur kecil, bengkel pinggir jalan, dan bahkan ruang kerja digital di rumah.

Kesadaran ini penting ditanamkan sejak dini. Jangan tunggu kecelakaan terjadi untuk peduli terhadap K3. Karena bagi pelaku UMKM, satu kecelakaan kerja bisa berdampak besar terhadap keberlangsungan usaha dan kehidupan pekerjanya.

Maka, mari kita ubah cara pandang. K3 bukan hanya untuk yang besar dan berat, tapi untuk semua yang bekerja. Menanamkan budaya keselamatan kerja di sektor jasa dan UMKM bukan sekadar kewajiban moral, tetapi juga kunci untuk menjaga keberlanjutan usaha dan mewujudkan kesejahteraan pekerja. Jika setiap usaha kecil mulai menanamkan budaya K3, maka kita sedang membangun fondasi kuat untuk ekonomi yang lebih sehat, berkelanjutan, dan berdaya saing tinggi. (*Mahasiswi Magister Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman)

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

BACA JUGA

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA